Page 247 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 247

Reforma Agraria: Menyelesaikan Mandat Konstitusi

                   Kegagalan Sukarno menyelesaikan yang sudah dimulai tidak ditun-
               taskan oleh rezim Suharto, justru Suharto menghancurkan semua yang
               sudah dibangun oleh Sukarno karena alasan perbedaan ideologi. Di
               sinilah letak miss dimana kebijakan RA mengalami kemandekan, atau
               terputus karena Suharto tidak memprioritaskan RA sebagai hal yang
               penting untuk diselesaikan. Perubahan arah kebijakan ini membuat
               perjalanan RA di Indoneia mengalami problem baik kelembagaan mau-
               pun objeknya. Sampai akhirnya Suharto jatuh dan persoalan RA kembali
               diangkat ke publik. Pada era reformasi tidak begitu saja RA bisa kembali
               dijalankan karena sudah terlalu lama program ini di”matikan” dan
               Suharto beralih pada program transmigrasi, yang sebenarnya bukan
               merupakan kebijakan RA. Era reformasi mengalami pasang surut, sampai
               akhirnya rezim Jokowi mencoba menghidupkan dengan perspektif yang
               berbeda, yakni kebijakan RA secara lebih luas, tidak terpaku pada pem-
               berian aset kepada masyarakat yang berhak, melainkan juga akses peman-
               faatan lahan bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan. Cara ini relatif
               baru, namun memberikan dampak yang signifikan bagi perubahan struk-
               tur penguasaan dan pemanfaatan tanah di Indonesia. Akan tetapi cara
               baru ini bukan berarti mudah dan lancar dijalankan, karena fakta di
               lapangan juga menemui banyak persoalan. Pada poin inilah paragraf
               kesimpulan berikut ingin menjawab temuan-temuan penulis di lapangan.

                   Selanjutnya, kajian dalam buku ini beranjak kepersoalan pokok
               sebagai intinya, yakni kebijakan RA kawasan hutan pada periode Jokowi-
               Jusuf Kalla, baik objek TORA maupun kelembagaan pengelolaanya.
               Reforma Agraria dalam buku ini berangkat dari dua definisi besar di atas,
               karena pada praktiknya, distribusi aset hak milik saat ini juga digalakkan
               dengan memaksimalkan lahan non hutan dan lahan pelepasan kawasan
               hutan. Sementara, terlepas dari berbagai persoalan redis yang dihadapi
               di lapangan, distribusi aset hak milik dan akses pemanfaatan lahan terus
               diberikan dengan skema Perhutanan Sosial. Artinya, semua kanal dibuka
               dan masyarakat diberikan akses seluas mungkin untuk memanfaatkan
               kebijakan yang difasilitasi oleh negara, walaupun tentu saja ada banyak
               catatan kritis yang diberikan karena praktik kebijakan RA relatif melam-
               bat dan di beberapa bagian jalan ditempat.


                                                                         219
   242   243   244   245   246   247   248   249   250   251   252