Page 249 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 249
Reforma Agraria: Menyelesaikan Mandat Konstitusi
Persoalan kedua adalah problem TORA, koordinasi antasektor, SDM,
dan subjek penerima. Pada persoalan ini, TORA yang sudah di-declare 9
juta hektar masih menjadi perdebatan pada level bawah, karena tafsir
masing-masing terhadap objek TORA mengalami deviasi, artinya
berbagai pihak yang bertanggung jawab terhadap objek TORA masih
terus memperdebatkan baik kewenangan masing-masing sektor atau titik
kesepakatan letak TORA. Persoalan ini kuncinya ada di koordinasi
masing-masing stakeholder, karena kesepakatan yang dibangun pada level
pusat seringkali berbeda pada level daerah, sehingga pelaksana di tingkat
bawah mengalami kebingungan. Sementara persoalan PPTKH yang relatif
mudah karena hanya fokus pada lahan-lahan masyarakat dalam kawasan
hutan juga tak luput dari persoalan dalam praktiknya, diantaraya terkait
pelaksanaan inver di lapangan, kebutuhan SDM, dan sosialisasi ke masya-
rakat yang sangat minim. Masyarakat mengalami kesulitan di dalam
mengusulkan lahannya karena sosialisasi yang tidak memadai sekaligus
tidak adanya pendampingan di lapangan.
Terkahir adalah problem yang sampai saat ini belum menemukan
titik terang dalam pelaksanaan redisnya yakni terkait TORA pelepasan
kawasan hutan yang yang diklaim oleh KLHK ± 1 juta hektar. Pada level
daerah yang sudah melepaskan lahan kawasan hutannya untuk objek
TORA belum bisa dilakukan redistribusi kepada masyarakat karena
problemnya “pemda dan subjek penerima” TORA. KLHK tidak akan mela-
kukan tata batas terhadap lahan hutan yang sudah dicadangkan untuk
TORA sampai pemda mengusulkan lahan-lahan yang akan digunakan.
Proposal ajuan dari pemda hingga saat ini belum ada yang masuk, dan
semestinya hal ini diselesaikan oleh GTRA, namun praktiknya lembaga
GTRA belum terbentuk sampai level kabupaten, baru satu kabupaten
ditiap provinsi.
Akhirnya, pemerintah memang berhasil membentuk kelembagaan
yang harapannya akan menjadi trigger di daerah dalam menyelesaikan
persoalan RA, terutama wilayah yang basis konflik agrarianya tinggi.
Namun demikian, ada kesan dukungan kepala daerah tidak cukup mema-
dai, sehingga semakin memperlambat gerakan GTRA untuk menyele-
saikan persoalan di daerah. Kesan itu terlihat dimana pemda tidak
221