Page 250 - Reforma Agraria (Penyelesaian Mandat Konstitusi)
P. 250

M. Nazir Salim & Westi Utami

            berinisiatif untuk membentuk GTRA di wilayahnya, masih
            mengandalkan pembentukan kelembagan dari pusat, sementara pusat
            mengalami kendala dalam hal pendanaan. Padahal peluang ini sangat
            memungkinkan untuk secara aktif bagi daerah untuk berkontribusi
            menyelesaikan konflik-konflik tenurial yang basis argumen konfliknya
            adalah perebutan lahan dan klaim sepihak, dan lembaga yang
            berwenang untuk menyelesaikan persoalan tersebut adalah GTRA.

                Salah satu problem penting yang menjadi kelemahan Perpres 86/
            2018 setelah melahirkan kelembagaan RA adalah tidak terbukanya ruang
            bagi partisipasi publik dalam mengusulkan RA dari bawah. RA by lever-
            age tidak diwadahi oleh perpres tersebut, padahal kesempatan itu sangat
            dimungkinkan untuk melibatkan secara aktif partisipasi publik dalam
            mengusulkan objek-objek RA, karena faktanya, konflik lahan dan konflik
            kawasan hutan yang melibatkan masyarakat sekitar hutan cukup banyak.
            Basis konflik demikian bisa menjadi salah satu metode untuk menjadikan
            lahan konflik sebagai bagian dari penyelesaiannya dengan pendekatan
            redistribusi tanah atau pemberian akses penguasaan dan pemanfaatan
            secara luas kepada masyarakat. Sementara Perpres 88/2017 tentang
            PPTKH sebenarnya relatif memadai untuk melakukan inver di lapangan,
            namun persoalannya, alur PPTKH cukup panjang dan prosesnya relatif
            rumit bagi masyarakat. Sisi lain, negara tidak berinisiatif untuk mendo-
            rong daerah melakukan pendampingan kepada warga yang akan mengu-
            sulkan lahannya untuk dikeluarkan dari kawaan hutan. Proses panjang
            itu cukup melelahkan dan bagi Tim Inver, karena untuk menyelesaikan
            satu kabupaten dibutuhkan anggaran yang besar dan waktu yang lama.
            Artinya, berdarkan pengalaman inver tahun 2018, perpres ini belum
            cukup efektif untuk mempercepat penyelesaian penguasaan tanah dalam
            kawasan hutan.














              222
   245   246   247   248   249   250   251   252   253   254   255