Page 108 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 108
Melacak Sejarah Pemikiran Agraria
Pada awal Revolusi Hijau belum jelas dampak sosial seperti
apa yang akan ditimbulkan, sehingga Clifton Wharton
menyebutnya sebagai “kotak pandora”, “The Green Revolution
5
Cornucopia or Pandora’s Box”. Artinya, hasil melimpah produksi
pangan yang diakibatkan dari penerapan berbagai komponen
Revolusi Hijau itu memberi efek yang mengandung ketidak-
pastian. Segala sesuatu bisa keluar dari kotak pandora tersebut,
baik efek menguntungkan ataupun efek membahayakan.
B. Malthusian, Perang Dingin, dan Modernisme
Secara teoritis yang mendasari munculnya program Revolusi
Hijau adalah teori Thomas Robert Malthus (1766-1836). Teori
Malthus (Malthus theory) mengatakan bahwa peningkatan pro-
duksi pangan mengikuti deret hitung (aritmetik: 1, 2 , 3, 4...),
sementara pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur (geo-
metrik: 1, 2, 4, 8,..). Artinya, jumlah manusia mengalami per-
tumbuhan cepat (over-population) sehingga melampaui pertum-
buhan produksi pangan. Jika demikian, maka kelaparan menjadi
ancaman yang nyata. Karenanya, solusi harus segera ditemukan,
dan jalan keluarnya adalah: “teknologi”.
Pada masa Perang Dunia II, argumen serupa digunakan
rezim Nazi Jerman. Bukan dengan cara meningkatkan produksi
sebagai jalan keluar yang dipilihnya, namun dengan cara keji
terhadap nyawa manusia, yakni apa yang disebut dengan praktik
eugenics. 6 Praktik ini adalah suatu legitimasi saintifik dalam
mendiskriminasi ras lain dan orang yang dianggap menderita
5 Dikutip dari Sediono M.P. Tjondronegoro, “Revolusi Hijau dan
Perubahan Sosial di Pedesaan Jawa”, makalah untuk Seminar Perubahan Sosial
dan Demokrasi Pedesaan, PAU Studi Sosial, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
11-13 Desember 1989.
6 John H. Perkins, op.cit., hal 133. Praktik eugenics modern sebagaimana
prinsip neo-Malthusian adalah kontrol kelahiran terhadap rakyat miskin oleh
kelas menengahnya. Kampanye penggunaan alat kontrasepsi, tidak jarang
dilakukan secara paksa, mengasumsikan bahwa keluarga miskin akan cenderung
menghasilkan anak yang “feeble-minded” sehingga menjadi problem sosial:
prostitusi, gelandangan, dan kejahatan. Bandingkan, Eric B Ross, “The Malthus
Factor Poverty, Politics and Population in Capitalist Development”, The Corner
House Briefing 20: Poverty, Politics and Population, July 2000, hal. 5.
55