Page 107 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 107
Ahmad Nashih Luthfi
politik di kawasan Dunia Ketiga, termasuk Asia Tenggara, yakni
keterputusan dengan era sebelumnya. Revolusi Hijau sejatinya
merupakan bagian dari produk pertarungan besar di era Perang
Dingin. Mobilisasi kapital menjadi historical imperative dari kese-
luruhan komponen Revolusi Hijau ini.
Dari segi gagasan, “modernitas” adalah ideologi yang dianut,
dan “teknologi” merupakan instrumen materialisasi gagasan ter-
sebut. Teknologi berperan “memediasi” (to mediate) antara kebu-
tuhan dan keinginan manusia (as human culture) dengan sumber
daya alam/lingkungan (nature). 2
Berbagai kombinasi mengenai teknik pertanian dan inovasi
teknologi diperkenalkan dalam proyek itu; mulai dari pengenalan
benih baru (jagung, gandum, dan padi), alat-alat pertanian
modern, pengenalan pestisida, herbisida, dan fungisida, pemupu-
kan kimia, pembangunan infrastruktur, penyuluhan dan riset,
kontrol/pengaturan air, hingga pemberian akses pada modal
(kredit). 3
Semua hal baru itu memberi pengaruh pada perubahan ke-
lembagaan sistem panen, relasi ketenagakerjaan, penguasaan ta-
nah, pendapatan, dan secara lebih luas adalah perubahan struk-
tur keagrariaan di pedesaan Asia Tenggara. Suatu program dapat
disebut sebagai “revolusi” ketika dampak yang ditimbulkannya
mengakibatkan perubahan yang mendasar pada masyarakat dan
terjadi secara masif. Green Revolution memenuhi syarat-syarat itu.
Kondisi pedesaan di Asia Tenggara sangat terasa mengalami
perubahan, baik dari segi ekonomi, sosial, politik, maupun
budaya setelah Revolusi Hijau dijalankan. 4
2 John H. Perkins, Geopolitics and the Green Revolution: Wheat, Genes and the
Cold War (Oxford: Oxford University Press, 1997), hal. 5.
3 Teofilo C. Daquila, The Economic of Southeast Asia: Indonesia, Malaysia,
Philippines, Singapore, and Thailand, (New York: Nova Science Publisher, 2005),
hal. 53-55.
4 Dalam orasi Doktor Honoris Causanya di IPB, 28 Mei 2009, Gunawan
Wiradi menceritakannya untuk kasus Jawa. Itulah sebabnya mengapa
menurutnya tidak tepat penyebutan “Revolusi Biru” untuk menjelaskan
terjadinya perubahan teknologi pada bidang kelautan. Perubahan teknologi dan
berbagai paketnya tidak membawa dampak mendasar (revolusioner) seperti yang
dijumpai dalam kasus di daratan (Revolusi Hijau).
54