Page 102 - Melacak Sejarah Pemikiran Agraria Indonesia Sumbangan Pemikiran Mazhab Bogor
P. 102

Melacak Sejarah Pemikiran Agraria


               cara menyeleweng dengan korporasi yang lebih besar, didasarkan
               pada sistem klan, berkeanggotaan pemilik modal besar dan pe-
               ngetahuan tinggi.
                   Keempat, pada periode ini, investasi berlanjut dalam perta-
               nian skala luas dan pada sektor pertambangan. Pola ekonomi
               berorientasi hulu, dan Indonesia diposisikan sebagai penyuplai
               “raw material”, sehingga tidak memberi resonansi ekonomi pada
               sektor domestik.
                   Kelima, produktivitas pertanian ditingkatkan melalui pelaya-
               nan irigasi dan sarana lain. Emigrasi ditempuh sebagai solusi atas
               kelebihan populasi. Padahal sebenarnya bukan semata masalah
               “over population” atau kelebihan tenaga kerja, tapi yang lebih nya-
               ta adalah “under production”. Yang terakhir ini terkait dengan ke-
               tersedian sumber-sumber produksi dan pembentukan modal. Se-
               harusnya yang dilakukan adalah penciptaan industrialisasi pede-
               saan bukan dengan kebijakan yang sifatnya paliatif yang tidak
               memberi efek mendasar. 54  Dalam kenyataannya, irigasi lebih ba-
               nyak menguntungkan perusahaan tebu. Demikian juga sistem ja-
               lan dan stasiun-stasiun percobaan. Secara tegas, Wertheim dalam
               menilai periode ini menyatakan, bahwa secara singkat tidak ada
               peningkatan bersifat permanen dalam hal kesejahteraan umum.
                   Pada periode ini hasil pembangunan pedesaan dalam kenya-
               taannya jauh dari yang diinginkan. Berbagai sebab kegagalan itu
               dapat dikonfirmasi ulang dalam periode-periode berikutnya.
                   Perjalanan  panjang   pembangunan    (pedesaan)  semasa
               Kolonial hingga awal abad ke-20 memberi pemahaman bahwa
               terbentuknya nation-state Hindia Belanda adalah hasil diperha-
               dapkannya dengan pertumbuhan kapitalisme. Sebagaimana di-
               praktekkan oleh pemerintah kolonial melalui berbagai eksperi-


                   54  M. A. Jaspan, “Persoalan Transmigrasi: Obat Mujarab atau Jalan
               Buntu?”, dalam Jaspan, M. A, Social Stratification and Social Mobility in Indonesia,
               A Trend Report and Annotated Bibliography (Jakarta: Penerbit Gunug Agung, 1960)
               hal. 37-38. Bahkan Jaspan berpendapat bahwa kebijakan transmigrasi telah gagal
               dalam mengurangi tekanan penduduk di Jawa. Terdapat transmigran yang
               kembali namun tidak tercatat oleh lembaga resmi pemerintah. Kebijakan
               transmigrasi hingga kini menghasilkan “pemindahan kemiskinan” pedesaan di
               lokasi yang dituju, Sumatera Selatan.
                                                                        49
   97   98   99   100   101   102   103   104   105   106   107