Page 155 - Ranah Studi Agraria: Penguasaan Tanah dan Hubungan Agraris
P. 155
Ranah Studi Agraria
tingkat ketunakismaan yang cukup tinggi di daerah Cimanuk:
36% dari rumahtangga tidak memiliki tanah pertanian. Angka
ketunakismaan yang paling rendah terdapat di Sumedang (9%)
sedangkan yang tertinggi terdapat di Indramayu (50%); angka
terakhir akan menjadi lebih tinggi lagi kalau ditambah dengan
persentase pemilik tanah di Indramayu yang telah mengga-
daikan tanah mereka seluruhnya (8%) sehingga secara praktis
mereka tidak menguasai tanah lagi.
Pada bagian bawah dari Tabel 4.6 terlihat suatu implikasi
yang menarik dari variasi tingkat ketunakismaan. Tingkat
kepadatan agraris yang tercermin dalam angka-angka, “luas
tanah pertanian rata-rata per rumah-tangga” (baris 3a) ternya-
ta tidak berkorelasi dengan luas tanah rata-rata per rumah tang-
ga pemilik tanah (baris 3b). Misalnya, di daerah Indramayu di
mana tersedia hanya 0,6 hektar tanah pertanian per rumah-
tangga, para pemilik tanah sudah berhasil mempertahankan
suatu luas pemilikan yang paling tinggi (1,3 hektar per rumah-
tangga pemilik) berkat adanya 50% dari rumahtangga yang tidak
memiliki tanah apapun. Kenyataan ini memberikan arti empiris
pada ide yang telah kami utarakan dalam Pendahuluan, yaitu
bahwa penguasaan tanah menyangkut hubungan antar manusia,
bukan hanya hubungan manusia dengan tanah. Dengan demi-
kian suatu tingkat ketunakismaan belum tentu diakibatkan hanya
oleh “tekanan penduduk terhadap tanah”, melainkan mencer-
minkan pula adanya “tekanan manusia terhadap manusia” melalui
suatu pola penguasaan atas tanah yang tidak merata.
Mengenai tingkat ketunakismaan di daerah DAS Cimanuk
masa kini, sayang tidak terdapat data yang bisa dipakai sebagai
pengukur langsung, mengingat tidak adanya data di Indonesia
86