Page 10 - Problem Agraria, Sistem Tenurial Adat, dan Body of Knowledge Ilmu Agraria- Pertanahan (Hasil Penelitian Sistematis STPN 2015)
P. 10

Negara) selama puluhan tahun, akan tetapi tidak bisa meningkatkan status
            tanah olahannya menjadi hak milik. Hal ini menurut klaim masyarakat, di
            atas tanah tersebut telah terbit HPL untuk Otorita Batam/Badan Pengelola
            Batam  sejak 1993,  padahal  sebenarnya HPL  dimaksud  belum  pernah
            dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN.
                Temuan  di  lapangan menunjukkan bahwa klaim Himad Purelang
            yang mengaku menguasai dan memiliki tanah, faktanya demikian, akan
            tetapi di lapangan lokasi klaim tersebut berada di kawasan hutan, sehingga
            Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN yang selama ini dituntut untuk
            mengeluarkan  sertipikat hak kesulitan, karena  secara  administrasi  dan
            hukum, kawasan hutan bukan menjadi  objek Kementerian  Agraria  dan
            Tata Ruang/BPN.  Sementara, Kampung  Tua  yang  juga bermasalah,  dari
            bukti dan peninggalan cagar budaya, vegetasi, dan sejarah, keberadaannya
            sudah ada sebelum terbitnya Keputusan Presiden Nomor 41 Tahun 1973,
            sehingga masyarakat Kampung Tua yang menuntut tanahnya dikeluarkan
            dari Hak Pengelolaan BP Batam secara hukum dapat dibenarkan. Untuk
            konteks ini, Kementerian ATR/BPN bisa lebih jauh menindaklanjuti karena
            warga  faktanya  warga masyarakat  telah menguasai  sebelum  terbit HPL
            sebagaimana dklaim oleh BP Batam. Sialnya, status Kampung Tua masuk
            areal Hak Pengelolaan  yang keputusannya  dikeluarkan  oleh Keputusan
            Presiden Nomor 41 Tahun 1973, sehingga otoritas Kementerian ATR/BPN
            tidak bisa begitu saja mengeluarkan HPL dimaksud.
                Beberapa sumber menunjukkan bahwa apa yang diperebutkan antara
            pihak  Otorita dan  masyarakat adalah  sebuah wilayah dengan  status
            kawasan hutan, dengan demikian dibutuhkan terobosan atau pendekatan
            lain  dalam  penyelesaiannya. Sebagian  eksisting lahan  telah menjadi
            garapan masyarakat, tentu negara harus segera membantu menyelsaikan
            dengan pendekatan-pendekatan baru, termasuk menggunakan Keputusan
            Bersama Empat Menteri  Tahun 2014.  Yang menjadi  persoalan justru
            keberadaan Batam yang berbeda denga tempat/wilayah lain sehingga tidak
            mudah untuk menyelesaikan satu persoalan yang terkait pada tiga ranah:
            BP Batam, Pemda  dan Kehutanan,  dan Kementerian  Agraria  dan  Tata
            Ruang/BPN.
                Kedua,  persoalan  di  Sumatera Utara. Kasus  eks PTPN II  adalah
            persoalan klaim antara masyarakat/penduduk dengan PTPN II, akan tetapi
            kasus ini dianggap cukup rumit. Menurut beberapa sumber (Afandi, 2013)
            persoalan mendasarnya adalah klaim masyarakat dan klaim PTPN II di atas
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15