Page 213 - (New Flip) Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
P. 213
Sejarah Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
56
terbentuk seiring Maklumat No. 1 tanggal 5 Oktober 1945 itu
mulanya ditujukan untuk mencegah salah paham, kekacauan, dan
provokasi yang dapat menghalangi kelangsungan Republik. Namun
demikian, dalam perkembangannya, badan ini menjadi alat untuk
mengisolasi gedung-gedung yang diduduki Jepang dengan mengawasi
pembicaraan melalui telepon dan pemutusan kawat telepon yang
57
dicurigai menjadi perintang kemerdekaan .
Salah satu aksi pengambialihan kekuasaan Jepang ialah
penurunan bendera Jepang dan menaikkan bendera Indonesia di Kooti
Zimu Kyoku Tyokan yang biasa dibut Tyokan Kantai—yang sekarang
dikenal sebagai gedung Agung—pada tanggal 21 September 1945.
Adapun tindakan yang dipimpin oleh Jalaludin Nasution itu dikawal
oleh satu kompi polisi istimewa Yogyakarta. Seusai peristiwa itu, mereka
melakukan pawai sepanjang Malioboro. Di depan Bioskop Rex (Ratih),
pawai tersebut dihentikan oleh pasukan Jepang.
Hari-hari berikutnya, pengambialihan kekuasaan di Yogyakarta
terus berlanjut. Sebagai contoh adalah pengambialihan kantor Sinar
Matahari dan menggantinya menjadi Kedaulatan Rakjat serta
pemogokan pegawai kantor dan perusahaan Jepang. Pemogokan itu
terjadi 26 September 1945 pukul 10.00. Mereka menuntut pimpinan
Jepang menyerahkan kekuasaan kepada pegawai Indonesia. Pukul
20.00 KNID menerima laporan kantor dan perusahaan Jepang yang
sudah diambilalih, yakni Pusat Nanyo Kohatsu; Jawatan Kehutanan;
Daiken Sanggyo; Pabrik gula Tanjung Tirta Padokan, Beran, Cebongan
Gondanglipura plered Gesikan Rewulu Medari Pundong Sewu Galur dan
58
Salakan; serta Nanpo Ganko .
Puncak pengambialihan kekuasaan di Yogyakarta adalah
Peristiwa Kota Baru tanggal 7 Oktober 1945. Peristiwa tersebut mula-
mula didahului perundingan antara perwakilan Indonesia (Moh. Saleh,
R.P. Sudarsono, Bardosono, dan Sunjyoto) dengan tentara Jepang
(Mayor Otsuka, Kempetai Taico Sasaki, Kapten Ito, serta Cianbuco) di
rumah Butaico di kota baru. Dalam perundingan itu, R.P. Sudarsono
meminta mayor Otsuka (?) untuk menyerahkan senjata seluruh pasukan
Jepang di Yogyakarta. Namun, permintaan itu ditolak. Mayor Otsuka (?)
selanjutnya mengatakan bahwa ia baru akan bersedia menyerahkan
senjata keesokan harinya, kira-kira pukul 10.00 pagi, setelah mendapat
izin dari Jenderal Nakamura di Magelang.
Bersamaan dengan perundingan tersebut, di Yogyakarta telah
berkumpul massa, baik dari kota Yogyakarta sendiri maupun dari luar
201