Page 7 - MODUL SEPUTAR ZAKAT
P. 7
E. Kelembagaan dan Manajemen Pengelolaan Zakat
KH MA Sahal Mahfudh mengatakan, zakat merupakan rukun Islam yang fardlu
'ain dan kewajiban ta'abbudi. Dalam al-Qur’an perintah zakat sama pentingnya
dengan perintah salat. Hal ini dapat kita lihat dari nash al-Qur’an yang selalu menyebut
kewajiban zakat beriringan dengan kewajiban salat. Akan tetapi, dalam realitasnya
rukun Islam yang ketiga ini justru belum berjalan sesuai dengan harapan. Pengelolaan
zakat di masyarakat masih banyak memerlukan tuntunan, baik dari segi syari'ah
maupun konteks perkembangan zaman. Pendekatan kepada masyarakat Islam masih
memerlukan tuntunan serta metode yang tepat.
Orang yang membayar zakat (muzakki) misalnya, masih melaksanakan kewajib-
annya secara terpencar. Pembagian zakat pun masih jauh dari kata memuaskan.
Dengna demikian, sangat penting untuk melakukan penataan dengan cara melemba-
gakan zakat itu sendiri. Penataan zakat tidak boleh hanya sebatas upaya pembentukan
panitia zakat, tetapi harus menyentuh hal yang lebih substantif, seperti manajemen
modern yang up to date, agar zakat menjadi kekuatan yang dapat mendorong tercipta-
kan kesetaraan dan kesejahteran bagi sesama manusia.
Dalam konteks penataan zakat, hal yang perlu diperhatikan berupa pendataan,
pengumpulan, penyimpanan, pembagian dan yang menyangkut kualitas manusianya.
Selain itu, aspek syari'ah tak bisa kita lupakan. Oleh karena itu, kita memerlukan
organisasi yang kuat dan rapi. Barang-barang yang wajib dizakati adalah emas, perak,
simpanan, hasil bumi, binatang ternak, barang dagangan, hasil usaha, rikaz dan hasil
laut. Mengenai zakat binatang ternak, barang dagangan, emas, dan perak, hampir tidak
ada perbedaan antara para ulama dan imam mazhab. Sedangkan mengenai zakat hasil
bumi, ada beberapa perbedaan di antara mazhab empat.
Menurut Imam Abu Hanifah, setiap yang tumbuh di bumi, kecuali kayu, bambu,
rumput, dan tumbuh-tumbuhan yang tidak berbuah wajib dizakati. Menurut Imam
Malik, semua tumbuhan yang tahan lama dan dibudidayakan manusia wajib dizakati,
kecuali buah-buahan yang berbiji seperti buah pir, delima, jambu dan lain-lain.
Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, biji-bijian, buah-buahan, rumput yang ditanam
wajib dizakati. Begitu pula tumbuhan lain yang mempunyai sifat yang sama dengan
tamar, kurma, mismis, buah tin, dan mengkudu, wajib dizakati. Hasil bumi seperti
tembakau dan cengkih, wajib dizakati apabila diperdagangkan. Ketentuannya sama
dengan zakat tijarah (perdagangan), bukan zakat zira’ah (hasil bumi). Adapun gaji
dan penghasilan dari profesi menurut Imam Syafi’i, tidak wajib dizakati, sebab tidak
memenuhi syarat haul dan nisab. Tetapi bukankah gaji diberikan tiap bulan? Dengan
demikian, gaji setahun yang memenuhi nisab itu hanya memnuhi syarat hak, tidak
memenuhi syarat milik. Benda yang wajib dizakati harus merupakan hak milik. Gaji
atau pun upah jasa lainnya, kalau pun dikenakan zakat, adalah zakat mal jika
memang sudah mencapai nisab dan haul. Penghasilan dari industri juga wajib dizakati.
Kewajiban ini dikiaskan dengan-barang dagangan dan hasil usaha. Sebab tidak ada
6