Page 196 - Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi_Dr. Aninditya Sri Nugraheni, M.Pd
P. 196
Contoh Esai:
Problematika Ujian Nasional
Ujian Nasional hingga saat ini masih menjadi suatu kebijakan yang dilematis dan dramatis
bagi kalangan akademis. Dari tahun ke tahun menjelang pelaksanaan Ujian Nasional di
beberapa daerah masih diwarnai dengan ritual-ritual khusus yang semakin irrasional dan
terkesan mendramatisir keadaan, bahkan hal ini terjadi secara terorganisir dan terus menerus
sebagai bentuk ikhtiar dari guru dan siswa untuk memperoleh kepuasan secara kognitif (tanpa
memperhitungkan taksonomi bloom, untuk kawasan ranah afektif dan psikomotorik/ bakat dan
potensi peserta didik).
Pelaksanaan Ujian Nasional dapat dikatakan menjerat pendidik dan peserta didik masuk ke
,
dalam suatu kubangan lingkaran setan yang memaksa mereka untuk terus menerus berpikir
untuk tidak berbuat jujur (bahkan hal ini sudah dikondisikan sejak di Sekolah Dasar, seperti
kasus “A” setahun silam seperti yang dilansir dalam harian Republika, Selasa 07 Juni 2011).
Menjelang UN siswa harus melakukan "gladi resik mencontek massal" sampai tiga kali agar
dapat berjalan sukses pada waktunya. Simulasi mencontek massal pun dilakukan, guru, wali
kelas dan kepala sekolah berkolaborasi melakukan kebodohan massal ini . Masing-masing siswa
sudah mengetahui peranannya masing-masing dengan “A” sebagai pemasok bahan contekan,
lalu ada yang menggandakan jawaban contekan dan ada yang mengedarkannya ke kelas
lainnya.
Inilah karakter bangsa kita yang sudah mulai rusak dan bobrok Orang yang jujur justru
.
hancur dan terbujur , mendapat amarah, sumpah serapah dan disudutkan. Orang tua siswa “A”
yang mengadukan kecurangan guru atau sekolah bukan diapresiasi dan didukung, tetapi justru
disudutkan dan terintimidasi
. Dia dianggap bersalah karena telah menyusahkan orang banyak
karena pengaduannya mengenai ketidakjujuran sekolah tersebut. Ironis sekali ketika kejujuran
sudah menjadi suatu hal yang langka di negeri ini, sebaliknya berbuat dan berkata dusta justru
terkesan menjadi suatu hal yang lumrah . Yang menjadi pertanyaan adalah “Mengapa mereka
(siswa-siswa) meminta kekuatan, memohon kelulusan, kesiapan mental tidak langsung kepada
Allah sebagai pemilik kehidupan, kenapa harus melalui perantara orang yang dianggap
mempunyai karomah (sudah lupakah mereka dengan kalimat Syahadat)?” Adapun pendapat
dari beberapa praktisi pendidikan terkait dengan pengkultusan Ujian Nasional, salah satunya
seperti yang disampaikan oleh pengamat pendidikan Arif Rachman berharap agar kegiatan
keagamaan yang digelar menghadapi Ujian Nasional tidak melanggar batas kewajaran. "Kalau
sampai berdoa berjam-jam sambil menangis, saya rasa itu berlebihan," katanya. Selanjutnya
Arif juga menyoroti fenomena berziarah ke kuburan menjelang Ujian Nasional. Ia berpendapat
cara itu masih wajar sepanjang tidak memohon untuk mengabulkan permintaan. Serangkaian
ritual yang dijalankan siswa menjelang ujian, menurut mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafii
Maarif, merupakan perbudakan spiritual . Hal itu terjadi karena para pelajar tidak percaya diri.
Ketua PP Muhammadiyah mengemukakan “Seharusnya meminta itu langsung kepada Tuhan.
Ini semacam perbudakan spiritual Ritual itu dilakukan oleh orang yang tidak percaya diri.
.
Orang tua dan guru juga kurang memberikan arahan".
1
Bertolak dari kenyataan tersebut, perlu adanya pemahaman kembali makna sebuah
pendidikan sebelum meluncur ke dalam dunia pendidikan itu sendiri. Jika melihat pendidikan
dalam konsep Al-Quran, maka akan diperoleh arti sebuah pendidikan itu jika seseorang
bertaqwa kepada Allah Swt, misalnya dalam ayat 282 surat Al-Baqarah yang mengatakan,
“Bertakwalah kepada Allah maka Allah akan mendidik kamu”. Makna ayat inilah yang telah
rapuh dalam jiwa-jiwa pendidik dan peserta didik dewasa ini, sehingga esensi dari sebuah
pendidikan menjadi terbengkalai, mereka tidak peduli lagi dengan pendidikan Tuhannya , yang
ada dalam pikiran mereka adalah bagaimana menyelesaikan studi yakni berupa materi yang
diujikan (UN) dan lupa dengan materi yang sesungguhnya, yakni materi dari Sang Khaliq, Allah
‘Azza wajalla , berupa pendidikan karakter .
Bahasa Indonesia Berbasis Pembelajaran Aktif 195