Page 197 - Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi_Dr. Aninditya Sri Nugraheni, M.Pd
P. 197
Contoh Artikel Ilmiah:
PENGUATAN MODAL SPIRITUAL DENGAN HYPNOTEACHING APPROACH
SEBAGAI BENTUK KEPEDULIAN GURU TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA
MADRASAH IBTIDAIYAH
Disusun oleh:
Aninditya Sri Nugraheni, M.Pd.
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga
1
ABSTRAK
Perkelahian antarpelajar yang masih sering terjadi disamping peristiwa kekerasan-
kekerasan dalam kehidupan remaja termasuk maraknya bullying
(pemalakan/pemerasan di kalangan anak-anak) pada anak remaja bahkan terjadi
pada tingkat SD menguatkan asumsi bahwa pendidikan kita telah gagal dengan
menginterpretasikan bahwa tolok ukur kecerdasan adalah pada kecerdasan
intelektual semata, tanpa mengindahkan unsur sosial dan spiritual. Sistem pendidikan
yang hanya mementingkan aspek Intelectual Quotient (IQ) atau kemampuan otak
dan daya pikir semata, tanpa menghiraukan pentingnya kecerdasan emosional/
Emotional Quotient (EQ) dan kecerdasan spiritual/ Spiritual Quotient (SQ). Tentunya
ada yang salah dalam pola pembangunan Sumber Daya Manusia di Indonesia selama
ini, yakni terlalu mengedepankan IQ, dengan mengabaikan EQ dan SQ. Oleh karena
itu, kondisi demikian sudah waktunya diakhiri, di mana pendidikan harus diterapkan
secara seimbang, dengan memperhatikan dan memberi penekanan yang sama
kepada IQ, EQ dan SQ. Hypnoteaching sebagai salah satu solusi dekadensi karakter,
merupakan suatu proses pembelajaran dengan ilmu hipnotis yang lebih
menitikberatkan pada pemberian sugesti positif dari guru ke siswa dan siswa ke
dirinya sendiri. Sugesti positif ini, nantinya akan mendorong/ memerintahkan pikiran
bawah sadar siswa supaya mengoptimalkan kemampuan yang dimilikinya pada saat
pembelajaran dikelas. Hypnoteaching merupakan suatu cara untuk mengondisikan
siswa di awal pembelajaran agar siswa siap dan termotivasi untuk belajar.
A. PENDAHULUAN
Rentetan peristiwa demi peristiwa memilukan semakin membukakan mata dan hati kita sebagai
bagian dari kaum akademisi terkait dengan ancaman krisis karakter yang sudah merambah pada
sektor pendidikan dewasa ini. Mulai dari peristiwa tawuran antarpelajaran yang terjadi belum lama
ini, bahkan sampai harus mengorbankan beberapa nyawa tak berdosa, belum lagi maraknya gank
motor yang juga digawangi oleh anak-anak remaja yang semestinya sedang ingin
mengaktualisasikan kreatifitas sebagai bentuk kontribusi untuk bangsa ini, belum lagi kasus
“mencontek massal” dan pengkultusan yang sudah menjadi isu nasional menjelang UN dari tahun
ke tahun, ditambah lagi dengan kasus pencurian, dan perkosaan yang sudah menjadi sebuah
kewajaran yang terjadi secara berjamaah . Meranggasnya nilai karakter menjadi salah satu sumber
dari munculnya peristiwa-peristiwa tersebut. Kepedulian, toleransi, dan memudarnya nilai-nilai
religiusitas disinyalir menjadi penyebab munculnya kasus-kasus kriminal belakangan ini. Banyak
yang berasumsi bahwa nilai-nilai karakter kurang menjadi titik tekan dalam proses pembelajaran,
bahkan Menteri Agama Republik Indonesia mempunyai pandangan sedikitnya jam Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam juga menjadi salah satu penyebabnya, lebih lanjut beliau pun menegaskan
film-film yang mengarah pada unsur kekerasan untuk dihentikan, selain itu beliau juga mengimbau
guru untuk lebih sering melakukan razia (terkait dengan penyimpanan senjata tajam yang dibawa
ke sekolah). Sangat ironis, mengingat bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama. Deklinasi
karakter bangsa, menyebabkan negara kita kehilangan generasi yang kreatif padahal di berbagai
sektor pembangunan bangsa Indonesia betul-betul sangat membutuhkan generasi penerus yang
cerdas, berkarakter, dan beragama. Terlepas dari semua itu dalam hal ini kaitannya dengan
pendidikan siswa, guru, orang tua, dan lingkungan adalah komponen pokok bagi terbentuknya
karakter siswa.
1 Penulis adalah dosen tetap Mata Kuliah Bahasa Indonesia di Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan, UIN Sunan Kalijaga (alamat email anin.suka@gmail.com).
Bahasa Indonesia Berbasis Pembelajaran Aktif 196