Page 201 - Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi_Dr. Aninditya Sri Nugraheni, M.Pd
P. 201

sudah tidak mampu mendengar suara hati. Untuk itu, landasan agama adalah fondasi yang paling
                                                                  9
               utama dalam pembentukan karakter (Aninditya Sri Nugraheni, 2012: 6).
                  Sebagai  contoh:  peran  pesantren  dalam  membentuk  karakter  bangsa.  Mastuhu  (1994)
               mengungkapkan  bahwa  pondok  pesantren  memiliki  beberapa  kelebihan  sebagai  berikut:  (1)
               Menggunakan  pendekatan  holistik  dalam  sistem  pendidikan  pondok  pesantren.  Artinya  para
               pengasuh  pondok  pesantren  memandang  bahwa  kegiatan  belajar  mengajar  merupakan
               kesatupaduan atau lebur dalam totalitas kegiatan hidup sehari-hari. Bagi warga pondok pesantren,
               belajar di pondok pesantren tidak mengenal perhitungan waktu; (2) Memiliki kebebasan terpimpin.
               Setiap manusia memiliki kebebasan, tetapi kebebasan itu harus dibatasi, karena kebebasan memiliki
               potensi  anarkisme.  Kebebasan  mengandung  kecenderungan  mematikan  kreatifitas,  karena
               pembatasan harus dibatasi. Inilah yang di maksud dengan kebebasan yang terpimpin. Kebebasan
               terpimpin adalah watak ajaran Islam; (3) Berkemampuan mengatur diri sendiri (mandiri). Di pondok
               pesantren  santri  mengatur  sendiri  kehidupannya  menurut  batasan  yang  diajarkan  agama;  (4)
               Memiliki kebersamaan yang tinggi. Dalam pondok pesantren berlaku prinsip; dalam hal kewajiban
               harus  menunaikan  kewajiban  lebih  dahulu,  sedangkan  dalam  hak,  individu  harus  mendahulukan
               kepentingan orang lain melalui perbuatan tata tertib; dan (5) Mengabdi orang tua dan guru. Tujuan
               ini antara lain melalui pergerakan berbagai pranata di pondok pesantren seperti mencium tangan
                                       10
               guru, dan tidak membantah guru.
                  Dalam praktiknya, di samping menyelenggarakan kegiatan pengajaran, pesantren juga sangat
               memperhatikan  pembinaan  pribadi  melalui  penanaman  tata  nilai  dan  kebiasaan  di  lingkungan
               pesantren. Kafrawi (1978) mengemukakan bahwa hal tersebut pada umumnya ditentukan oleh tiga
               faktor, yaitu lingkungan (sistem asrama/ hidup bersama), perilaku Kiai sebagai central figure dan

                                                   11
               pengamalan kandungan kitab-kitab yang dipelajari.
                  Pendidikan  di  pesantren  secara  umum  memiliki  tujuan  yang  sama  dengan  tujuan  yang
               diharapkan dalam sistem pendidikan nasional, diantaranya berbudi luhur, kemandirian, kesehatan
               rohani (Tafsir, 1994). Bahkan jika dirinci akan tampak ciri utama tujuan pendidikan di pesantren,
               antara  lain  seperti  dikemukakan  Mastuhu  sebagai  berikut:  (1)  memiliki  kebijaksanaan  menurut
               ajaran  Islam,  (2)  memiliki  kebebasan  terpimpin,  (3)  berkemampuan  mengatur  diri  sendiri,  (4)
               memiliki  rasa  kebersamaan  yang  tinggi,  (5)  menghormati  orang  tua  dan  guru,  (6)  cinta  kepada
               ilmu, (7) mandiri, (8) kesederhanaan.
                                          12

               2.  Hypnoteaching Approach  sebagai Solusi Krisis Karakter

                   Konsep  hypnoteaching merupakan  substansi  yang  harus  dikuasai  oleh  setiap  guru  dalam
               mengajar. Masalah ini merupakan bagian kajian dari konsep hypnoteaching  pada guru di Madrasah
               Ibtidaiyah  (MI).  Guru  sebagai  bagian  dari  elemen  yang  ada  dalam  setiap  perguruan  tinggi
               merupakan  suatu  sosok  yang  sangat  besar  untuk  yang  membentuk  karakter  peserta  didik.  Oleh
               sebab  itu,  maka  guru  dituntut  bukan  hanya  melakukan  proses  pembelajaran,  tetapi  meciptakan
               keajaiban didalam kelas serta melejitkan potensi siswa yang ada dalam hypnoteaching. Hypnotis
               berasal  dari  kata  hypnos  yang  artinya  tidur  (Adi  W.  Gunawan,  2003:  18).   Namun  hipnotis  itu
                                                                      13
               sendiri bukanlah tidur melainkan fenomena yang mirip tidur. Menurut berbagai ahli hipnotis, pikiran
               manusia  terdiri  dari  dua  fungsi,  yakni  pikiran  sadar  yang  mempunyai  kekuatan  12%  dan  pikiran
               bawah sadar yang mempunyai kekuatan 88% (Erbe Sentanu, 2009: 88).  Pikiran sadar berfungsi
                                                                    14
               secara kritis memfilter segala informasi yang akan masuk ke otak, menimbang, memeriksa secara
               logis,  menganalisis  dan  seterusnya.  Sedangkan  pikiran  bawah  sadar  tidak  melakukan  fungsi  itu,
               tetapi  sebatas  program-program  pola  prilaku  dan  memori  jangka  panjang.  Menurut  Freddy  Faldi

                                                                            ,
                     9  Aninditya  Sri  Nugraheni,  Pengajaran  Bahasa  Indonesia  Berbasis  Karakter (Yogyakarta:
               Mentari Pustaka, 2012), hlm. 6.
                     10  Mastuhu,  Menata  Ulang  Pemikiran  Sistem  Pendidikan  Nasional  Abad  21 (Yogyakarta:
                                                                            ,
               Safiria Insania Press, 2003), hlm. 36.
                                                                   ,
                     11  Kafrawi,  Pembaharuan  Sistem  Pendidikan  Pondok  Pesantren (Jakarta:  Cemara  Indah,
               1978), hlm. 4
                                                                            ,
                     12  Mastuhu,  Menata  Ulang  Pemikiran  Sistem  Pendidikan  Nasional  Abad  21 (Yogyakarta:
               Safiria Insania Press, 2003), hlm. 37.
                     13  Adi W. Gunawan, Born to Genius , (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2003), hlm. 18.
                     14  Erbe, Sentanu, Kuantum Ikhlas , (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2009), hlm. 88.
               Bahasa Indonesia Berbasis Pembelajaran Aktif                        200
   196   197   198   199   200   201   202   203   204   205   206