Page 200 - Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi_Dr. Aninditya Sri Nugraheni, M.Pd
P. 200
yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan.
Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa
mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk
6
menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat.
Berikutnya bentuk kecerdasan yang tidak kalah pentingnya adalah kecerdasan spiritual. SQ
sangat diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif, dalam arti SQ akan mengarahkan,
apakah gabungan IQ dan EQ yang akan menghasilkan action plan (rencana tindak), telah menuju
arah yang dibenarkan oleh nilai-nilai spiritual/ agama atau yang justru dilarang. Oleh karena itu, SQ
adalah kecerdasan manusia yang paling tinggi. Ia adalah kecerdasan yang dapat membantu
manusia “menyembuhkan” dan membangun diri manusia secara utuh. Harus diakui, bahwa
seharusnya IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling
7
terkait (interconnected) di dalam diri seseorang, sehingga tak mungkin dapat pisahkan fungsinya.
Disinilah peran guru dalam arti yang sesungguhnya, yaitu mampu membantu siswa dalam
menggabungkan dan mensinergikan IQ, EQ, dan SQ secara maksimal. IQ, EQ, dan SQ yang
bersinergi secara maksimal akan menjadikan hidup lebih bermakna. Dalam praktik kehidupan
sehari-hari, diperlukan suatu kesadaran terus menerus agar nilai-nilai agama selalu digunakan
sebagai basis pertimbangan moral dalam melakukan suatu tindakan, yang sudah mendapat
kalkulasi analitis dan mempertimbangkan akibat-akibat positif negatif, pada aspek material ataupun
emosional.
Perasaan cinta pada dasarnya harus seimbang antara hubungan vertikal dan horisontal.
Hubungan antara manusia dengan Tuhan-nya dan hubungan antara manusia dengan sesamanya.
V
Tuha
e n
r
t
i
Cint
k Sesa
a a ma
l H o r i s o n t a l
Bagan 2. Keseimbangan Hubungan dengan Tuhan dan Sesama
(Sumber: Aninditya Sri Nugraheni, 2012: 5)
8
Salah satu cara dalam membentuk karakter bangsa adalah berawal dari penanaman landasan
Keimanan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dengan mempunyai rasa takut kepada Tuhan, maka
seseorang akan takut pula berbuat dosa. Ketika ia akan melakukan perbuatan yang tidak baik maka
hati nuraninya akan berkata “Ini tidak baik, jangan dilakukan!” dan ia tidak akan melakukan hal
tersebut. Misalnya: ketika seseorang akan melakukan suatu perbuatan buruk seperti mencuri,
membunuh, berzina, orang yang masih takut akan dosa maka ia akan mendengarkan hati
nuraninya yang melarangnya untuk berbuat tidak baik, tetapi sebaliknya orang yang tidak pernah
diperkenalkan dengan landasan agama (Tuhan dan dosa) maka hati nuraninya akan mati dan ia
6 Daniel, Goleman, Working With Emotional Intelligence , (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2002), hlm. 24.
7 Agustian, Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual; ESQ
Emotional Spiritual Qoutiont Berdasarkan 6 Rukun Iman dan 5 Rukun Islam, (Jakarta: Arga Wijaya
Persada, 2002), hlm 36.
8 Aninditya Sri Nugraheni, Pengajaran Bahasa Indonesia Berbasis Karakter , (Yogyakarta:
Mentari Pustaka, 2012), hlm. 5.
Bahasa Indonesia Berbasis Pembelajaran Aktif 199