Page 22 - Pengawasan-Mutu-Pangan_SC
P. 22
Pengawasan Mutu Pangan
formalin (larutan formaldehid), paraformaldehid (serbuk dan tablet paraformaldehid),
pewarna merah Rhodamin B, pewarna merah Amaranth, pewarna kuning Metanil (Methanil
Yellow), dan pewarna kuning Auramin, maka seharusnya produsen mendapatkan sanksi
administrasi yang meliputi: (1) Peringatan tertulis; (2) Penghentian sementara kegiatan; (3)
Rekomendasi pencabutan izin; (4) Pencabutan izin usaha; dan/atau (5) Tindakan lain sesuai
dengan peraturan perundangan-undangan. Salah satu kendala proses hukum produsen dalam
penggunaan bahan berbahaya dalam pangan pada proses produksi adalah dampaknya yang
tidak langsung pada kesehatan konsumen. Dasar hukum yang melarang penggunaan bahan
berbahaya dalam pangan adalah:
(1) Ordonansi Bahan-bahan Berbahaya (Gevaarlijke Stoffen Ordonantie, Staatsblad
1949:377);
(2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3821); dan
(3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5360).
Suatu kemajuan dengan maraknya perbincangan tentang salah satu bahan berbahaya
dalam pangan, yaitu formalin (larutan formaldehid) di media massa telah melahirkan
beberapa peraturan terbaru tentang formalin termasuk pemberian sanksi yang lebih tegas
bagi para pelanggar. Sebagaimana dipublikasikan pada Kompas Jakarta 30 November 2010,
penjual usus ayam berformalin harus mendapatkan sanksi hukum yang tegas agar penjualan
makanan berbahaya kepada konsumen tidak terulang. Keputusan tersebut menunjukkan
ketegasan dan kesungguhan pemerintah melindungi kesehatan konsumen. Temuan atas usus
ayam berformalin menyeruak sepanjang pekan lalu, Polisi mendapati usus ayam berformalin
seberat 650 kilogram di sebuah rumah potong ayam di Jakarta Barat. Usus itu dipasarkan oleh
pelaku di Pasar Tambora. Seorang pemilik berinisial LTF ditetapkan sebagai tersangka.
Selanjutnya, pemerintah merazia sejumlah pasar dan mendapati usus berformalin dengan
berat total 24,5 kilogram. Usus yang mengandung bahan berbahaya ditemukan di Pasar
Serdang, Kemayoran, serta di kelompok Arella, Jalan Penghulu Kelurahan Cipulir, Kebayoran
Lama. Selain itu, petugas juga menyita 5 liter formalin di Pasar Cipete. Formalin itu diduga
digunakan untuk mengawetkan makanan. Berbeda dengan penanganan temuan usus
berformalin di Jakarta Barat, pemerintah hanya memberikan peringatan kepada para penjual
dan menyita usus berformalin tersebut. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
menjelaskan bahwa penggunaan formalin untuk mengawetkan makanan mentah sudah sering
terjadi, termasuk pada kasus usus yang diawetkan dengan formalin. ”Razia makanan segar
perlu sering dilakukan untuk mencegah peredaran makanan berformalin”.
Pemerintah perlu menggandeng kepolisian sehingga pelaku yang tertangkap dapat
langsung diproses secara hukum. ”Butuh penegakan hukum yang tegas untuk menindak
penjual atau produsen yang menjual bahan makanan dengan formalin”. Mengacu pada
15