Page 25 - Pengawasan-Mutu-Pangan_SC
P. 25
Pengawasan Mutu Pangan
keuntungan atau mencegah kerugian, mengorbankan kesehatan masyarakat yang dapat
menyebabkan kematian.
Aspek Hukum penggunaan bahan tambahan makanan (BTM) pada Pangan Jajanan Anak
Sekolah (PJAS). Penggunaan BTM dalam PJAS perlu diwaspadai, baik oleh produsen maupun
oleh konsumen. Penyimpangan dalam pemakaian BTM dapat membahayakan. Perbuatan ini
harus dicegah dan ditindak secara tegas oleh pemerintah yang memiliki kewajiban untuk
melindungi rakyat dari penggunaan BTM yang tidak sesuai peraturan. Hasil penelitian Badan
POM, dari 163 sampel PJAS yang diambil di 10 provinsi, sebanyak 80 sampel (50%) tidak
memenuhi baku mutu keamanan pangan. PJAS yang bermasalah tersebut mengandung
boraks, formalin, zat pengawet ilegal, zat pewarna tekstil, penyedap rasa dan pemanis buatan
dalam jumlah berlebih, juga menggunakan garam yang tidak beryodium.
Kebijakan keamanan pangan dan pembangunan gizi nasional merupakan bagian
kebijakan pangan nasional termasuk penggunaan BTM. Badan POM telah melakukan
sosialisasi penggunaan BTM yang diizinkan dalam proses produksi makanan dan minuman
sesuai Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 untuk aspek keamanan pangan, dan Undang-
Undang Nomor 71 Tahun 1996. Dalam Undang-Undang tersebut diatur aspek keamanan mutu
dan gizi pangan, juga mendorong perdagangan yang jujur dan bertanggung jawab serta
terwujudnya tingkat kecukupan pangan yang terjangkau sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Untuk meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri dari dampak negatif yang ditimbulkan barang dan jasa, termasuk pangan, ada
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Tujuan seluruh
peraturan-peraturan tersebut adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat terhadap
penggunaan BTM yang dapat membahayakan kesehatan. Oleh karena itu, industri pangan
perlu mewaspadai masalah penggunaan BTM.
Beberapa produk hukum lain telah dikeluarkan oleh pemerintah dalam upaya
mendapatkan pangan yang aman dan berkualitas untuk dikonsumsi oleh masyarakat di
antaranya adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan
Gizi Pangan. Demikian juga, Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 722 Tahun 1998 tentang bahan tambahan yang dilarang digunakan
dalam pangan. Permenkes ini sesuai dengan Joint Expert Committee on Food Additives
(JECFA) WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar bahan tambahan makanan, melarang
penggunaan bahan tersebut pada makanan. Aturan ini diteruskan oleh Badan Pengawasan
Obat dan Makanan yang sekarang diberi tanggung jawab untuk pengawasan seluruh produk
makanan yang beredar di masyarakat.
Pilar yang berperan dalam keberhasilan untuk mendapatkan pangan yang aman
dikonsumsi adalah pemerintah, produsen, dan konsumen. Pemerintah merupakan pilar
utama untuk penyediaan pangan yang aman. Pemerintah dengan seluruh kewenangan yang
dimilikinya dapat membuat aturan dan memaksa semua pihak untuk mentaati aturan
tersebut. Kewenangan pengawasan dimiliki oleh pemerintah melalui Badan POM. Dalam Pasal
53 Undang-Undang Pangan, dinyatakan bahwa untuk mengawasi pemenuhan ketentuan
undang-undang, pemerintah berwenang melakukan pemeriksaan dalam hal terdapat dugaan
18