Page 24 - Pengawasan-Mutu-Pangan_SC
P. 24
Pengawasan Mutu Pangan
pedagang gorengan memasukkan kemasan plastik bungkus minyak goreng agar gorengannya
lebih renyah. Walaupun berkali-kali petugas Dinas Kesehatan atau Badan POM melakukan
razia dan penggerebekan, penggunaan bahan berbahaya itu masih saja berulang dilakukan.
Masyarakat Indonesia cenderung lebih memperhatikan halal atau tidaknya produksi
makanan atau minuman dibanding beracun atau tidak. Masyarakat lebih mudah terprovokasi
jika sebuah produk makanan yang tidak halal dibanding yang beracun. Bukan tidak mungkin
hal ini yang digunakan para pedagang atau produsen makanan secara licik mengelabui
masyarakat, yang penting tidak mengandung babi alias halal, meski beracun. Bukan para
produsen atau pedagang itu tidak tahu akan bahaya penggunaan bahan berbahaya bagi
kesehatan, tetapi karena lemahnya penindakan dan hukuman, maka tidak terjadi efek jera
bagi para pelakunya. Penggunaan bahan berbahaya yang dicampur dalam makanan atau
minuman memang tidak langsung mengakibatkan kematian, tetapi setidaknya yang
mengkonsumsi makanan tersebut secara perlahan menyongsong kematian dengan menderita
sakit.
Jika mengikuti Pasal 9 Undang-Undang Kesehatan tentang hygiene untuk usaha bagi
umum, maka tuntutan dan ancaman pidana sangat ringan. Bagi yang melanggar atau
melakukan tindak pidana kejahatan, akan dipidana selama-lamanya 6 bulan atau denda
setinggi-tingginya sepuluh ribu rupiah. Jika melakukan pelanggaran malah lebih ringan, karena
akan diancam pidana 3 bulan atau denda setinggi-tingginya 3 bulan. Hukuman bagi para
oknum penyalahgunaan bahan berbahaya dalam produk pangan di Indonesia sesuai dengan
Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 pelanggaran terhadap
kesehatan konsumen dapat dikenakan hukuman maksimal 5 tahun berikut denda hingga Rp 2
milyar.
Peristiwa kopi sianida yang menyeret Jessica Wongso, diancam dengan Pasal 340 KUHP
dengan tuntutan hukuman mati. Padahal ke dua tindakan, mencampur formalin dalam ayam
atau ikan, atau mencampur boraks dalam bakso, dengan mencampur sianida dalam minuman
kopi dapat dikatakan sangat mirip, yaitu mencampur bahan berbahaya yang dapat
mengakibatkan kematian. Memang, mencampur sianida di dalam kopi atau minuman akan
mengakibatkan kematian seketika, tetapi mencampur formalin di dalam ikan atau ayam, atau
boraks dalam bakso akan mengakibatkan kanker yang juga dapat menyebabkan kematian.
Ketika tidak mungkin dilakukan pengawasan secara intensif pada penjualan bahan berbahaya,
maka perlu dipikirkan cara yang lebih tepat dalam menanggulangi penggunaan bahan
berbahaya dalam produksi makanan atau minuman. Jadi, seharusnya hakim dalam memutus
perkara tidak hanya menggunakan peraturan daerah atau KUHP dengan pasal pelanggaran,
tapi menuntut pasal pidana bagi siapa saja yang dengan sengaja mencampur bahan berbahaya
untuk dikonsumsi dengan pasal pembunuhan berencana, bahkan seharusnya lebih berat
karena korbannya massal dan acak.
Undang-undang perlindungan konsumen juga harus direvisi khususnya yang
menyangkut pelanggaran seperti diuraikan di atas. Dengan digunakannya pasal pembunuhan
berencana diharapkan akan menimbulkan efek jera. Jangan hanya karena ingin meraih
17