Page 17 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 17
http://pustaka-indo.blogspot.com
Pendahuluan
Sejak kecil saya telah memiliki kepercayaan keagamaan
yang kuat, tetapi dengan sedikit keimanan kepada Tuhan.
Ada perbedaan antara kepercayaan kepada seperangkat
proposisi dengan keimanan yang memampukan kita
menaruh keyakinan akan kebenaran proposisi-proposisi itu.
Secara implisit, saya percaya Tuhan itu ada; saya juga
beriman kepada kehadiran sejati Kristus dalam Ekaristi,
kepada kebenaran sakramen, kepada kemungkinan
keabadian neraka, dan kepada realitas objektif peleburan
dosa. Akan tetapi, saya tidak bisa mengatakan bahwa
kepercayaan saya terhadap semua ajaran agama tentang
realitas sejati ini memberi bukti kepada saya bahwa
kehidupan di dunia ini sungguh-sungguh baik atau
bermanfaat. Keyakinan masa kecil saya tentang ajaran
Katolik Roma lebih merupakan sebuah kredo yang
menakutkan. James Joyce menyuarakan hal ini dengan tepat
dalam bukunya Portrait of the Artist as a Young Man; saya
mendengarkan khotbah tentang api neraka. Kenyataannya,
neraka merupakan realitas yang lebih menakutkan daripada
Tuhan karena neraka adalah sesuatu yang secara imajinatif
bisa betul-betul saya pahami. Di pihak lain, Tuhan merupakan
figur kabur yang lebih didefinisikan melalui abstraksi
intelektual daripada imajinasi. Ketika berumur delapan tahun,
saya pernah diharuskan menghafal jawaban katekismus
terhadap pertanyaan “Apakah Tuhan itu?”: “Tuhan adalah
Ruh Mahatinggi, Dia ada dengan sendirinya dan Dia
sempurna tanpa batas.” Tidak mengherankan jika konsep itu
kurang bermakna buat saya. Bahkan, mesti saya akui, hingga
saat ini konsep itu masih membuat saya bergidik. Konsep itu
~10~ (pustaka-indo)