Page 22 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 22

http://pustaka-indo.blogspot.com
             mulai  menjalani  kehidupan  di  biara,  pengetahuan  itu  tentu
             akan  menyelamatkan  saya  dari  ketegangan  ketika
             mendengar—dari para monoteis terkemuka ketiga agama itu
             —bahwa  ketimbang  menanti  Tuhan  untuk  turun  dari
             ketinggian,  saya  mesti  secara  sengaja  menciptakan  rasa
             tentang dia di dalam diri saya. Para rahib, pendeta, dan sufi
             yang lain menyalahkan saya karena mengasumsikan bahwa
             Tuhan—dalam  pengertian  apa  pun—adalah  realitas  yang
             “ada  di  luar  sana”.  Mereka  dengan  tegas  memperingatkan
             saya  untuk  tidak  berharap  mengalami  Tuhan  sebagai  fakta
             objektif  yang  bisa  ditemukan  melalui  proses  pemikiran
             rasional biasa. Mereka tentu akan mengatakan kepada saya
             bahwa dalam pengertian tertentu, Tuhan merupakan produk
             imajinasi  kreatif,  seperti  halnya  seni  dan  musik  yang  bagi
             saya sangat inspiratif. Beberapa monoteis terkemuka bahkan
             dengan  tenang  dan  tegas  mengatakan  kepada  saya  bahwa
             Tuhan  tidak  sungguh-sungguh  ada—namun  demikian  “dia”
             adalah realitas terpenting di dunia.

             Buku  ini  bukanlah  tentang  sejarah  realitas  Tuhan  yang  tak
             terucapkan  itu,  yang  berada  di  luar  waktu  dan  perubahan,
             melainkan merupakan sejarah persepsi umat manusia tentang
             Tuhan  sejak  era  Ibrahim  hingga  hari  ini.  Gagasan  manusia
             tentang  Tuhan  memiliki  sejarah,  karena  gagasan  itu  selalu
             mempunyai  arti  yang  sedikit  berbeda  bagi  setiap  kelompok
             manusia  yang  menggunakannya  di  berbagai  periode  waktu.
             Gagasan  tentang  Tuhan  yang  dibentuk  oleh  sekelompok
             manusia pada satu generasi bisa saja menjadi tidak bermakna
             bagi  generasi  lain.  Bahkan,  pernyataan  “saya  beriman
             kepada  Tuhan”  tidak  mempunyai  makna  objektif,  tetapi
             seperti  pernyataan  lain  umumnya,  baru  akan  bermakna  jika
             berada dalam suatu konteks, misalnya, ketika dicetuskan oleh
             komunitas  tertentu.  Akibatnya,  tidak  ada  satu  gagasan  pun
             yang tidak berubah dalam kandungan kata “Tuhan”. Kata ini




                            ~15~ (pustaka-indo)
   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27