Page 23 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 23
http://pustaka-indo.blogspot.com
justru mencakup keseluruhan spektrum makna, sebagian di
antaranya ada yang bertentangan atau bahkan saling
meniadakan. Jika gagasan tentang Tuhan tidak memiliki
keluwesan semacam ini, niscaya ia tidak akan mampu
bertahan untuk menjadi salah satu gagasan besar umat
manusia. Ketika sebuah konsepsi tentang Tuhan tidak lagi
mempunyai makna atau relevansi, ia akan diam-diam
ditinggalkan dan digantikan oleh sebuah teologi baru. Seorang
fundamentalis akan membantah ini, karena fundamentalisme
antihistoris; mereka meyakini bahwa Ibrahim, Musa, dan
nabi-nabi sesudahnya semua mengalami Tuhan dengan cara
yang persis sama seperti pengalaman orang-orang pada
masa sekarang. Namun, jika kita memperhatikan ketiga
agama besar kita, menjadi jelaslah bahwa tidak ada
pandangan yang objektif tentang “Tuhan”: setiap generasi
harus menciptakan citra Tuhan yang sesuai baginya. hal yang
sama juga terjadi pada ateisme. Pernyataan “saya tidak
percaya kepada Tuhan” mengandung arti yang secara
sepintas berbeda pada setiap periode sejarah. Orang-orang
yang diberi julukan “ateis” selalu menolak konsepsi tertentu
tentang ilah. Apakah “Tuhan” yang ditolak oleh ateis masa
sekarang adalah Tuhannya para patriark, Tuhan para nabi,
Tuhan para filosof, Tuhan kaum sufi, atau Tuhan kaum deis
abad ke-18? Semua ketuhanan ini telah dimuliakan sebagai
Tuhan Alkitab dan Al-Quran oleh umat Yahudi, Kristen, dan
Islam pada berbagai periode perjalanan sejarah mereka. Kita
akan menyaksikan bahwa mereka sangat berbeda satu sama
lain. Ateisme sering merupakan keadaan transisi, makanya
orang Yahudi, Kristen, dan Muslim disebut “ateis” oleh kaum
pagan semasa mereka karena telah mengadopsi gagasan
revolusioner tentang keilahian dan transendensi. Apakah
ateisme modern merupakan penolakan serupa terhadap
“Tuhan” yang tidak lagi memadai bagi persoalan di zaman
kita?
~16~ (pustaka-indo)