Page 53 - Negara Kolonial 1854-1942. Panduan penelitian arsip kementerian urusan tanah jajahan. Kepulauan nusantara
P. 53
27
Indië 1896 no. 43), gubernur-jenderal menentukan lingkungan kerja dan deskripsi tugas dari
para pegawai pemerintah itu. Hindia dibagi menjadi lima wilayah dengan masing-masing
pangkalannya sendiri (Batavia, Surabaya, Medan, Makasar, dan Tanjung Pinang). Para
pegawai Urusan Cina ditempatkan di pangkalan mereka. Mereka harus memberikan advis
kepada burgerlijke en rechterlijke autoriteiten (pihak otoritas sipil dan hukum) di daerah
pemerintahan mereka dan kepada Direktur Kehakiman. Dalam kerangka ini, mereka menjalin
hubungan dengan para kapten, mayor, dan letnan dari masyarakat Cina dan dengan pelbagai
28
Chinese raden (Dewan Cina) di berbagai kota. Mereka juga harus memperhatikan apakah
ketentuan dan peraturan bagi buruh pekerja Cina di perusahaan swasta di daratan dan
pertambangan tetap ditaati. Jika di pangkalan mereka terdapat weeskamer (balai harta
peninggalan), maka mereka adalah anggota luar biasa balai tersebut. Mereka harus tetap
melaksanakan pekerjaan sebagai juru bahasa dan penerjemah dan diizinkan untuk melakukan
perjalanan dinas secara mandiri, juga (dengan izin) ke luar daerah pemerintahan mereka.
Setelah tahun 1900, dalam rangka Ethische Politiek (Politik Etis), pemerintah mulai ikut
campur secara intensif dengan perihal pandhuizen (rumah pegadaian) dan opiumregie
(jawatan pengaturan opium). Pada kedua bidang itu, orang Cina memegang monopoli yang
tidak selalu menguntungkan pihak masyarakat Indonesia. Demikian pula industri batik
pribumi semakin terganggu oleh konkurensi dengan orang Cina. Meningkatnya ketegangan di
antara kelompok penduduk dipengaruhi oleh perkembangan di negeri Cina, di mana pada
tahun 1912 kekaisaran di sana digantikan dengan pemerintahan republik. Perubahan itu sangat
membangkitkan kesadaran diri sebagai orang Cina, juga pada orang Cina di Hindia. Dalam
keadaan seperti itu muncul kebutuhan untuk membuka Centraal Kantoor voor Chinese Zaken
(Kantor pusat untuk Urusan Cina). Kantor itu didirikan pada bulan Mei 1916 (Staatsblad van
Nederlandsch-Indië 1916 no. 377) dan ditempatkan di bawah Departemen BB. Kepala
kantornya, yang disebut Adviseur voor Chinese Zaken (Penasihat untuk Urusan Cina), harus
mengajukan laporan tahunannya kepada Direktur BB. Dia juga menjalin kontak dengan
kepala departemen lain dan dengan otoritas dan dewan sipil dan hukum. Kantor itu
mengumpulkan dan mengolah informasi yang diterima, dan berdasarkan informasi itu
menyusun ikhtisar dari berita pers Cina dan Melayu-Cina dan, apabila dibutuhkan, juga
menyediakan juru bahasa dan penerjemah.
Kebutuhan akan pegawai Eropa yang bisa berbahasa Jepang juga muncul dalam hal masalah
hukum. Pada tahun 1906, seorang pegawai Urusan Cina dikirim ke Jepang untuk
mendapatkan pengetahuan bahasa, negeri, dan kemasyarakatan dari negara itu. Pejabat itu
melaporkan bahwa pengkajian terhadap hubungan antara Jepang dan Cina memberikan
wawasan baru kepadanya dalam menanggapi masalah Cina yang dihadapinya di Hindia. Pada
tahun 1908, pemerintah yang menyadari peningkatan pesat arti Jepang, untuk sementara juga
membebani pegawai untuk Urusan Cina itu dengan tugas menangani Urusan Jepang. Pada
bulan Juni tahun 1922 didirikan Kantoor voor Japanse Zaken (Kantor untuk Urusan Jepang)
27
Pembagian tugas ini beberapa kali mengalami perubahan: lihat dalam Staatsbladen (Lembaran-lembaran
Negara).
28
Lihat catatan kaki 2 pada Bab 2 dan dua publikasi Mona Lohanda (2001, 2002).
52