Page 13 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 13
lapi mengapa wacana suai Ktx.niiya anggaran penuiuiKan
itu cukup mendominasi wacana pendidikan nasional, dan mampu
menggeser perdebatan paradigmatik? Penulis menduga, itu se-
ngaja digulirkan oleh para birokrat yang orientasi berpikirnya
project oriented. Bagi mereka, kecilnya anggaran pendidikan ber-
arti berimplikasi pada sedikitnya proyek dan kecilnya uang yang
dapat dikorup. Agar proyek tetap besar dan uang yang dikorup
besar, maka isu mengenai kecilnya anggaran pendidikan harus
digulirkan terus menerus. Wacana itu kemudian diyakini sebagai
kebenaran faktual oleh para pengamat atau pakar pendidikan
tanpa sikap kritis. Hampir semua orang setiap kali berbicara
soal pendidikan, larinya pasti pada kecilnya anggaran sebagai
biang keladi bobroknya sistem pendidikan nasional. Betulkah
itu?
1. Mental Korup
Bila kita coba membandingkan anggaran pendidikan di
Indonesia dengan negara-negara lain, termasuk di ASEAN, ang-
garan pendidikan Indonesia memang masuk kategori terendah,
terutama bila dibandingkan dengan jumlah penduduknya yang
mencapai 200 juta lebih. Tapi penulis tidak mau berkutat pada
persoalan rendahnya anggaran pendidikan itu, karena kenyataan
di lapangan juga membuktikan bahwa anggaran pendidikan
setiap tahunnya tidak pernah habis, tapi selalu tersisa mencapai
ratusan miliar rupiah. Kalau memang problemnya adalah kecil-
nya anggaran pendidikan, maka logikanya, semua dana pendi-
dikan yang tersedia dapat terserap.
Penulis percaya bahwa anggaran yang tinggi itu penting,
tapi bukan yang terpenting, untuk memperbaiki sistem pendi-
dikan nasional. Artinya, anggaran setinggi apa pun tidak men-
jamin akan mampu memperbaiki sistem pendidikan nasional,
bila para pengelolanya masih tetap bermental korup, kolusi, dan
project oriented, dan kurang memiliki kemampuan manajerial. Atau
bahkan menjadikan pendidikan itu sendiri sebagai tempat untuk