Page 5 - Tan Malaka - MADILOG
P. 5
SEJARAH MADILOG
Ditulis di Rawajati dekat pabrik sepatu Kalibata Cililitan Jakarta. Disini
saya berdiam dari 15 juli 1942 sampai dengan pertengahan tahun 1943,
mempelajari keadaan kota dan kampung Indonesia yang lebih dari 20
tahun ditinggalkan. Waktu yang dipakai buat menulis Madilog, ialah
lebih kurang 8 bulan dari 15 juli 1942 sampai dengan 30 maret 1943
(berhenti 15 hari), 720 jam, ialah kira-kira 3 jam sehari.
Buku yang lain ialah Gabungan Aslinya sudah pula setengah di tulis.
Tetapi terpaksa ditunda. Sebab yang pertama karena kehabisan uang.
Kedua sebab sang Polisi, Yuansa namanya diwaktu itu, sudah 2 kali
datang memeriksa dan menggeledah rumah lebih tepat lagi “pondok’’
tempat saya tinggal. Lantaran huruf madilog dan Gabungan Aslia
terlampau kecil dan ditaruh di tempat yang tiada mengambil perhatian
sama sekali, maka terlindung ia dari mata polisi. Terpeliharalah pula
kedua kitab itu dan pengarangnya sendiri seterusnya dari mata dan
tongkat kempei Jepang.
Lantaran hawa kediaman saya itu sudah agak panas dan bahaya
kelaparan sudah mengintip, maka terpaksalah saya memberhentikan
pekerjaan saya meneruskan menulis Gabungan Aslia. Saya bertualang di
daerah Banten mencari nafkah sambil memperlindungkan diri pula.
Akhirnya saya dapat pekerjaan tetap di Tambang Arang, Bayah.
Disinilah saya mendapat pekerjaan sedikit lebih tinggi dari romusha
biasa, (maklumlah orang tak punya diploma dan surat keterangan!)
sampai menjadi pengurus semua romusha dan penduduk kota Bayah dan
sekitarnya dalam hal makanan, kesehatan, pulang-pergi dan sakit
matinya romusha ribuan orang, dengan perantaraan kantor urusan
prajurit pekerja.
Sebagai ketua Badan Pembantu Pembelaan (BPP) dan Badan Pembantu
Prajurit Pekerja (BP3), saya akhirnya sampai dipilih menjadi wakil
daerah Banten ke kongres Angkatan Muda yang dijanjikan di Jakarta,
tetapi tak jadi itu (bulan Juni 1945). Disinilah saya berjumpa dengan
pemuda seperti Sukarni, Chairul Saleh, dll. yang sekarang mengambil
bagian dalam pergerakan Persatuan Perjuangan. Juga dengan pemuda
lainnya umpamanya seorang jurnalis yang amat dikenal di sekitar Bayah
ketika itu, tak lebih dan tak kurang dari Bang Bejat, alias Anwar
4