Page 10 - Tan Malaka - MADILOG
P. 10
Di Singapura dalam masyarakat Tionghoa dengan nama dan pasport
Tionghoa (sudah tentu di luar pengetahuan Inggris yang asik mencium
jejak saya), saya beruntung bisa memanjat dari sekolah rendah sampai
kepala sekolah menengah tinggi yang tertinggi di Asia Selatan, yaitu
Nanyang Chinese Normal School (NCNS). Disini saya menyamar
sebagai Tan Ho Seng jadi guru bahasa Inggris, sampai sekolahnya
ditutup ketika Jepang masuk. Jadi kalau perkara ongkos saja saya dapat
mencetak buku-buku yang perlu. Pendapatan (uang) saya sebagai guru
inggris siang dan malam lebih dari cukup buat diri sendiri.
Tetapi perkara pembagian ada lain hal. Ini rapat bergantung pada
kekuatan di luar diri saya.
Walaupun dari tahun 1925-1935 otak saya seolah-olah lumpuh, karena
kesehatan sangat terganggu, tetapi karena permintaan ramai ada keras,
saya, dalam kesehatan dan keamanan hidup amat terganggu dan
terpaksa saja lari kesana-sini, bisa juga mencetakkan "Naar de
Republiek Indonesia’’, "Massa Aksi’’ dan "Semangat Muda’’. Semuanya
perlu buat nasehat para pergerakan di Indonesia.
Sukarnya perhubungan dan jauh tempat saya, maka sedikit sekali buku-
buku itu sampai di tangan yang mempertanggung jawabkan di
Indonesia. Barangkali 99 % dari semua buku tersebut masih cerai berai
atau lapuk di luar Indonesia. Tetapi di mana sampai, hasilnya ada juga
menyenangkan.
Demikianlah sesudah saya sendiri ditangkap di Hongkong pada
penghabisan tahun 1932 – inilah yang ke-3 kali – dan semua teman
seperjuangan ditangkap di Singapura dan di-Digulkan (diasingkan –
catatat editor) maka perhubungan saya dengan sahabat dan teman
seperjuangan di semua tempat sama sekali terputus. Beberapa kali saya
coba mengadakan perhubungan dengan Rakyat Indonesia dari
Singapura, tetapi semuanya itu gagal. Di Singapura dari tahun 1937
sampai 1942 saya saksikan dan sedihi bagaimana besarnya kesukaran
yang dihadapai oleh Rakyat dan proletar dalam hal mendirikan susunan
politik, terlebih-lebih pula dalam hal mengatur susunan tersembunyi.
Jauh terbelakangnya Indonesia dalam hal mengatur susunan
tersembunyi dari Tiongkok umpamanya.
Saya percaya permintaan kepada buku-buku ada cukup keras serta
nafsu dan keberanian buat mencari atau membagikan buku-buku
terlarang cukup besar, tetapi Rakyat Indonesia belum lagi sanggup
mengatasi tamparan reaksi Belanda. Percumalah kalau buku itu dicetak,
walaupun semua alat pencetak dan ongkos bisa didapat. Berhubung
dengan itu terpaksalah saya mengundurkan maksud saya, bertahun-
tahun sampai sekarang.
9