Page 11 - Tan Malaka - MADILOG
P. 11

Banyak Proletar mesin (baca buruh industri – catatan editor) dan tanah
             (baca buruh pertanian – catatan editor) di Indonesia dan kekuatannya
             yang tersembunyi memang sudah cukup kuat buat merebut kekuasaan
             dari  imperialisme  Belanda.  Tetapi  didikannya  masih  sangat  tipis  dan
             tiada  cocok  dengan  keperluan  dan  kewajiban  klasnya  di  hari  depan.
             Mereka  kekurangan  pandangan  dunia  (Weltanschauung).  Kekurangan
             Filsafat.  Mereka  masih  tebal  diselimuti  ilmu  buat  akhirat  dan  tahyul
             campur aduk. Mereka tiada sadar akan kekuasaan klasnya. Belum insyaf
             sendiri,  bahwa  tak  dengan  pertolongan  proletar  mesin,  semuanya
             percobaan  buat  merebut  dan  membentuk  Indonesia  merdeka  adalah
             perbuatan sia-sia belaka. Dua puluh tahun dulu saya sudah yakin akan
             kekuatan kaum proletar yang tersembunyi itu. Kini tiada kurang malah
             lebih yakin dari itu.

             Filsafat kaum proletar memang sudah ada, yaitu di barat. Tetapi dengan
             menyalin semua buku dialektis-materialisme dan menyorongkan buku-
             buku  itu  pada  proletar  Indonesia  kita  tiada  akan  dapat  hasil  yang
             menyenangkan.  Saya  pikir  otak  proletar  mesin  Indoensia  tak  bisa
             mencernakan  paham  yang  berurat  dan  tumbuh  pada  masyarakat
             Indonesia dalam hal iklim, sejarah, keadaan jiwa dan idamannya.

             Proletar Indonesia mesti setidaknya dalam permulaan ini, mempunyai
             pembacaan yang berhubungan dengan pahamnya sekarang, pembacaan
             yang kelak bisa menjadi jembatan kepada filsafatnya Proletar Barat.

             Saya  percaya  ada  otak  di  Indonesia  sekarang  yang  lebih  terlatih  dari
             saya dan pena yang lebih tajam dari pena yang berkarat, karena tiada
             dipakai  lebih  dari  10  tahun  belakangan  ini.  Akhirnya  ada  ahli  bahasa
             Indonesia yang bisa lebih tangkas merebut jiwa dan semangat Indonesia
             dari  bahasa  saya  yang  terpendam  di  luar  negeri  dalam  lebih  dari
             setengah umur saya.

             Tetapi  karena  otak,  pena  dan  bahasa  semacam  itu  saya  belum  lihat
             keluarnya, maka terpaksalah saya mempelopori. Tentulah saya berharap
             akan hati lapang dan  sikap menolong memperbaiki dari pihak umum,
             kalau berjumpa dengan kesalahan.

                                        PERPUSTAKAAN


             Kita  masih  ingat  berapa  sindiran  dihadapkan  pada  almarhum  Leon
             Trotsky, karena ia membawa buku berpeti-peti ke tempat pembuangan
             yang  pertama  di  Alma  Ata.  Saya  masih  belum  lupa  akan  beberapa
             tulisan yang berhubungan dengan peti-peti buku yang mengiringi Drs.
             Mohammad  Hatta  ke  tempat  pembuangannya.  Sesungguhnya  saya
             maklumi  sikap  kedua  pemimpin  tersebut  dan  sebetulnya  saya  banyak





             10
   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15   16