Page 210 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 210

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA



                       Setelah  tamat  (1890)  Marah  Soetan  menjadi  guru  sekolah
                negeri  yang  berpindah  tugas  ke  beberapa  tempat  di  Sumatera,
                kemudian  juga  ke  Pontianak,  Kalimantan  Barat.  Ketika  bertugas  di
                Pontianak itulah ia bertemu dengan Mohammad Sjafei, yang sehari-
                hari  bekerja  sebagai  penjaja  makanan  di  sekolah  tempat  Marah
                Soetan  mengajar.  Karena  miskin  dan  yatim,  Mohammad  Sjafei  tak
                mampu  bersekolah.  Namun  disela-sela  berjualan  ia  rajin  mengikuti
                pelajaran  dari  balik  jendela  sekolah.  Perbuatan  itu  dilakukannya
                hampir setiap hari. Sang guru di dalam kelas rupanya memperhatikan
                kejadian ini dan suatu waktu mendekatinya dan menawarkan dirinya
                untuk  menjadi  bapak  angkatnya  agar  ia  bisa  mendaftar  di  sekolah
                tersebut.  Ini  tentu  setelah  mendapat  restu  dari  ibu  kandungnya,
                Sjafiah.  Prestasi  sekolah  Sjafei  kecil  rupanya  sangat  membanggakan
                sang  ayah,  sehingga  setelah  menamatkan  sekolah  rakyat  di  sana  ia
                dikirim  ke  Sekolah  Raja  Bukittinggi,  di  mana  Marah  Soetan  pernah
                bersekolah.  Setelah  tamat  dari  Sekolah  Guru  di  Bukit  Tinggi,  Sjafei
                bekerja  sebagai  guru  pada  Sekolah  Kartini  di  Jakarta  selama  6
                       37
                tahun.
                       Seperti  telah  dijelaskan  di  atas,  Sjafei  seperti  juga  Ki  Hajar,
                termasuk  sosok  yang  berupaya  mengawinkan  sekolah  dan  politik.
                Perkenalannya dengan dunia politik telah dimulai ketika ia bersama
                ayah angkatnya, Marah Soetan, tinggal di Betawi (Jakarta).  Bertemu
                dengan banyak tokoh pergerakan yang berkunjung ke rumah mereka,
                termasuk dengan Ki Hajar, ”tokoh tiga serangkai” yang baru keluar dari
                penjara,  membuat  Sjafei  muda  berkenalan  dengan  politik.  Banyak
                tokoh pergerakan datang ke rumah mereka, termasuk Haji Agus Salim,
                Samaun dan lain-lain.
                       Sejak  itulah,  Sjafei  menjadi  anggota  partai  ayahnya,  Insulinde,
                dan ia juga menyediakan waktunya untuk mengajar di Tamansiswa. Ia
                pun  sangat  menghayati  cita-cita  ayahnya,  yang  ingin    mendirikan
                sekolah  sendiri  yang  berada  di  luar  sistem  kolonial,  sebuah    sekolah
                yang  memerdekakan  jiwa  dan  kreativitas  anak-anak  di  luar  pakem
                pendidikan  kolonial.  Tentang  ini,  pendidikan  di  sekolah  pemerintah
                dalam pandangan Mara Sutan tidak akan pernah menumbuhkan watak



                198
   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214   215