Page 95 - Filsafat Ilmu dan Rekonstruksi Teori - Syarifuddin
P. 95
kebahagiaan spiritual adalah kebutuhan lain dari manusia yang juga harus dipenuhi.
Karakteristik filosofi pragmatisme menekankan pemecahan masalah berpikir orde
tinggi. Filosofi pragmatisme meletakkan pendidikan sebagai interaksi aktif
memandirikan peserta didik dalam belajar memecahkan permasalahan hidupnya.
Pendidikan adalah upaya pendewasaan, penyadaran, penumbuhan spirit,
pencerahan anak akan arti kehidupan. Melalui pendidikan anak menemukan hakikat
dirinya di tengah-tengah keluarga, masyarakat, lingkungan alam semesta, dan di
mata Tuhan.
Pembelajaran dalam filosofi pragmatisme dikonstruksi berdasarkan
pengetahuan sebelumnya, pengalaman yang telah dimiliki untuk merespon dan
mengantisipasi isu-isu perubahan dunia kerja. Pembelajaran tidak terbatas sebagai
respon reaktif terhadap perubahan. Pembelajaran TVET harus antisipatif terhadap
perubahan karena Abad XXI adalah Abad penuh perubahan. Selain filosofi
pragmatisme, filosofi esensialisme yang mengarahkan tujuan pokok TVET untuk
memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja juga perlu diperhatikan.
Filosofi esensialisme mendudukkan TVET dalam kaitannya dengan efisiensi
sosial. Dalam perspektif filosofi esensialisme kurikulum dan pembelajaran
dikembangkan berdasarkan kebutuhan bisnis dunia usaha dan industri. TVET diukur
dari nilai balik investasi pendidikan sebagai investasi ekonomi. Kemudian muncul
Teori Human Capital dimana manusia diteguhkan sebagai modal utama
pembangunan. Sumber daya manusia harus dididik dan dilatih agar mampu
berkompetisi memenangkan persaingan dalam memperebutkan pasar kerja.
Sebagai investasi semua jenis pengeluaran dalam proses pendidikan dalam TVET
dianggap berhasil jika nilai baliknya melebihi nilai investasi yang dikeluarkan. Jika
nilai balik tidak melebihi nilai investasi maka TVET dianggap gagal karena tidak
ekonomis. Program TVET semacam ini sebaiknya dihindari atau tidak dilakukan.
Kebanyakan masyarakat belum mendudukkan TVET sebagai investasi mahal.
TVET baru sebatas pendidikan sebagai proses pendidikan semata. Akibatnya para
pengguna layanan TVET tidak memperoleh nilai manfaat yang berarti.
Asumsi adalah anggapan yang diterima sebagai kebenaran. Asumsi diuji dari
keseringannya terjadi di masyarakat (reliablility) dan keajegannya terjadi di
masyarakat (konsistensi), dan kebenarannya diterima oleh umum (valid). Asumsi-
asumsi pendidikan kejuruan dan vokasi adalah sebagai berikut (Thompson,
1973:89- 116). Pendidikan kejuruan dan vokasi digerakkan oleh kebutuhan pasar
kerja dan berkontribusi pada penguatan ekonomi nasional. Keberadaan pendidikan
vokasi dan kejuruan sedari awal memang dikembangkan untuk memenuhi tuntutan
kebutuhan pasar kerja suatu daerah kabupaten, negara, bahkan pasar kerja luar
84