Page 116 - Pengembangan Teaching Factory di SMK Pertanian - M. Reski Sujono
P. 116
dikembangkan agar relevan dengan kebutuhan industri yang menjadi
motor penggerak ekonomi. Sayangnya, data BPS menunjukkan
masyarakat berpendidikan SMK menyumbang angka pengangguran
tertinggi sebesar 11,2 persen per Agustus 2018.
Hal ini mungkin disebabkan masih rendahnya penghargaan
terhadap lulusan vokasi masih rendah, baik yang dari SMK maupun
Diploma. Umumnya, pada setiap penerimaan pegawai yang dicari
hanyalah sarjana. Apalagi pada pendaftaran PNS peluang untuk
lulusan vokasi masih langka. Bahkan saat ini petugas keamanan pun
ada yang sarjana. Karena semua pekerjaan harus sarjana, akhirnya
bermunculan penyelenggara pendidikan sarjana abal-abal. Untuk
mendukung pembangunan, penyelenggara pendidikan vokasi perlu
diberi fleksibilitas untuk menetapkan pilihan program studi. Buka
tutup program studi juga perlu disesuaikan kebutuhan.
Dengan begitu, industri tidak perlu menyelenggarakan
sekolah kejuruan atau perguruan tinggi sendiri untuk memenuhi
kebutuhan tenaga kerjanya seperti yang saat ini dilakukan banyak
perusahaan. Hal ini terjadi karena tidak ada komunikasi harmonis
antara penyedia dan pengguna tenaga kerja. Sejak tahun 90-an
pemerintah telah mencanangkan link and match antara pendidikan
vokasi dan industri. Namun, penyusunan kurikulumnya masih
berjalan sendiri-sendiri.
Penyelenggara pendidikan merasa mampu melihat
kebutuhan industri. Sementara, industri merasa lulusan pendidikan
vokasi belum siap kerja. Sebab itu, keterlibatan industri menjadi
mutlak agar lulusan vokasi memenuhi standar kebutuhan,
misalnya, melalui kegiatan praktik dengan melibatkan instruktur dari
industri. Di samping itu, jika guru dan dosen diberi kesempatan
mengikuti kegiatan serta penelitian terapan di industri,
produktivitas industri juga akan meningkat. Indonesia tidak hanya
membangun industri manufaktur, tetapi juga industri jasa, keuangan,
kesehatan dan lainnya.
Dengan demikian, revitalisasi perlu melibatkan semua sektor.
Termasuk penyelenggaraan magang bersertifikat selama 6 bulan yang
dilakukan Kementerian BUMN merupakan terobosan yang patut
didukung. Program magang yang selama ini terjadi peserta
magang diperlakukan sebagai magang te-ko atau pembuat minuman
teh dan kopi. Padahal manfaat dari magang dan usaha saling
mendukung.
Selain itu, revitalisasi tenaga pendidik juga harus diprioritaskan
karena tenaga pendidik vokasi saat ini umumnya adalah lulusan
108