Page 33 - Filsafat Pendidikan Vokasi dan Kejuruan - Amran Amiruddin
P. 33
Pada tingkatan ini, pola berpikir manusia telah
meninggalkan teologis, namun masih berpikir
abstrak, masih mempersoalkan hakikat dari
segala yang ada, termask hakikat yang gaib juga.
3. Tingkatan positif,
Dalam hal ini, tingatan berpikir yang
mendasarkan pada sains, dimana pandangan
dogmatis dan spekulatif metafisik diganti oleh
pengetahuan faktual.
Harun Hadiwijono, 1980 dalam Sadulloh
(2003:115) zaman positif adalah zaman dimana orang
tahu, bahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai
pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologi
maupun pengenalan metafisik. Jadi, dikatakan
positivisme, karena mereka beranggapan bahwa
yang dapat kita pelajari hanyalah yang berdasarkan
fakta-fakta, berdasarkan data-data yang nyata yaitu
mereka namakan positif. Apa yang kita ketahui
hanyalah yang nampak saja. Di luar itu manusia tidak
perlu mengetahuinya. Positivisme membatasi
studinya hanya pada bidang gejala-gejala.
Selanjutnya dapat kita simak pandangan
Tohmas Hobbes. Sebagai penganut empiris
materialime, ia berpendapat bahwa pengalaman
merupakan awal dari segala pengetahuan, juga awal
pengetahuan tentang asas-asas yang diperoleh dan
dikokohkan oleh pengalaman. Hanya pengalamanlah
yang memberikan kepastian. Pengetahuan melalui
akal hanya memiliki fungsi mekanis semata, sebab
pengenalan dengan akal mewujudkan suatu proses
26