Page 10 - Falsafah
P. 10

www.flipbuilder.com ©®
   www.flipbuilder.com ©®

                   “Silahkan. Senang rasanya jika kau justru cepat keluar dari sini. Tapi
               kau ingat baik-baik, iris kupingku jika yayasanmu bisa berdiri.”
                   Ah,  aku  tak  boleh  kalah  oleh  sakit  hatiku  sendiri.  Begitu  pikirnya
               kemudian. Aku harus tetap berdiri dan berjuang di depan, kasihan orang-
               orang  yang  berada  di  belakangku.  Biarlah  rasa  sakit  ini  kutelan  saja,
               takkan kutanggapi kebencian itu. Biarlah semuanya mengalir saja seperti
               air, tapi akan kuhadapi segala yang mendera, siapapun dan apapun yang
               menghantamku.
                   Begitu  tekadnya  dalam  hati.  Tekad  yang  ia  pancangkan  kuat-kuat  di
               dalam  relung  hatinya.  Lalu  Abas  pun  melangkah,  meninggalkan  sebuah
               sekolah  yang  pernah  menjadi  tumpuan  dan  harapannya  untuk
               mengamalkan ilmu yang bermartabat di mata masyarakatnya.
                   Tapi  ia  harus  rela.  Dan  dengan  sabar  dibiarkannya  teman  sendiri
               menggunting dalam lipatan, mengambil semua dari genggamannya.
                   Silahkan  kau  ambil  semua  yang  pernah  kita  bangun  bersama,
               termasuk persahabatan dan bangunan sekolah ini. Tapi harus kau ingat
               Tama, ada hal yang tidak bisa kau rampas dari hidupku, tekad, niat dan
               itikad baikku. Begitu pikirnya.
                   Esoknya,  Abas  dan  teman-teman  yang  setia  padanya,  mulai  tampak
               membereskan  barang-barang  yang  masih  menjadi  hak  miliknya  secara
               penuh.  Banyak  anak-anak  didiknya  yang  bertanya-tanya,  apa  yang  telah
               terjadi. Tapi Abas hanya bisa menjawab, bahwa itu adalah sebuah pilihan
               hidup.
                   “Terserah kalian mau tetap disini dengan segala keangkuhan, atau ikut
               pindah dengan segala kesabaran dan ketabahan yang kukuh kuat.” Begitu
               katanya  lagi  di  hadapan  anak-anak  didik  dan  teman-teman  yang  setia
               kepadanya.
                   Pertanyaan  demi  pertanyaan  yang  menghampiri  Abas,  ternyata  bisa
               juga  dijawab  dengan  gaya  bicara  yang  tenang,  bijaksana  dan  demokratis
               seperti itu. Alhasil, diantara anak-anak didiknya, ada yang bertahan di situ
               dengan  satu  alasan  tidak  mau  repot.  Tapi,  banyak  juga  yang  setia
               mengikuti  langkahnya,  pindah  ke  sebuah  tempat  yang  entah  Abas
               sendiripun belum tahu dimana.
                   Memang  tekad  dan  niat  dalam  hatinya  sudah  begitu  kuat.  Abas  pun
               melegalkan keberadaan yayasannya pada sebuah kantor notaris.
                   “Aku  tidak  pernah  bisa  begini  jikalau  kalian  teman-teman  setiakupun
               tidak pernah mendukungku hingga hari ini. Maka  mulai hari ini marilah
               kita  bersama-sama  untuk  menjaga,  merawat  dan  membina  yayasan  ini.
               Sehingga  yayasan  ini  kelak  adalah  milik  kita,  tempat  kita  berlabuh  dan
               sebagai tempat untuk mencurahkan ide kreatif kita secara bersama-sama.”
                   Kata-kata yang sempat terucap dari mulut Abas itu menjadi nafas yang
               kuat tertanam dalam yayasan yang kemudian dibentuknya.

                                                                                                       8
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15