Page 47 - Falsafah
P. 47

www.flipbuilder.com ©®
   www.flipbuilder.com ©®

               2. Dessy Karpariani, SSos.

                                Siswa, Mahasiswa, Pegawai dan Cinta

                                                  Di SANDIKTA


                       Juli  2007,  resmi  tercatat  nama  saya  sebagai  siswi  SMK  Sandikta.
               Jika diingat kembali, tidak mudah bagi saya untuk dapat duduk dibangku
               Sekolah  Menengah  Kejuruan  ini. Penuh  linangan  air  mata  serta  cucuran
               keringat yang di keluarkan oleh orang tua saya. Saya ingat betul ketika itu
               ibu saya yang hanya seorang buruh pabrik dan ayah saya saat itu sedang
               menganggur karena masa kontrak kerjanya habis berusaha mencari uang
               untuk  dapat  menyekolahkan  saya.  Ketika  itu  hanya  ada  sebuah  motor
               Supra-Fit harta satu-satunya yang orangtua saya punya untuk digadaikan
               supaya saya bisa membayar uang pangkal masuk SMK.
                       Pagi itu, ibu saya sudah berdiri di depan teras rumah bos tempat ibu
               saya  bekerja.  Dengan  harapan  kalau  uang  gadai  motor  cepat  diberikan
               langsung dibawa ke Sandikta untuk bayar sekolah. Tapi hingga siang hari
               motor  beserta  suratnya  sudah  dipegang  bos  ibu  saya.  Uang  belum  juga
               diberikan,  kami  tetap  sabar  menunggu  meski  matahari  sudah  sepenggal
               naik  dipuncaknya.  Dzuhur  tiba  akhirnya  kami  mendapatkan  apa  yang
               kami tunggu sejak pagi. Dua juta rupiah nominal yang kami terima saat
               itu, dengan menggendong adik saya yang masih balita saya dan ibu saya
               berjalan menuju gang dan menaiki angkot untuk bisa sampai di Sandikta.
               Setibanya di Sandikta, ibu saya membayar uang pangkal yang jumlahnya
               kalau tidak salah satu juta delapan ratus ribu rupiah ketika itu. Dan sisa
               uangkami,  hanya  tinggal  dua  ratus  ribu  rupiah.  Tanpa  berpikir  panjang,
               ibu mengajak saya ke pondok gede untuk membeli rok hitam dan rok abu
               abu. Sebab uangnya tidak cukup untuk membeli rok putih. Saya berfikir
               rok  SMP  yang  putih  masih  bagus  bisa  saya  kenakan  daripada  harus
               membeli  lagi  (untuk  menenangkan  pikiran  orang  tua,  karena  saya  tahu
               sebenarnya  uangnya  tidak  cukup).  Orangtua  saya  tidak  pernah
               mementingkan  dirinya  sendiri,  meskipun  kehidupan  kami  susah  tetapi
               pendidikan adalah yang utama untuk anak-anaknya.
                       Hari–hari  itu  tidak  pernah  saya  lupakan,  ketika  saya  mulai  lemah,
               malas,  tidak  disiplin  atau  kurang  bersemangat,  saya  ingat  perjuangan
               orangtua  saya  tidak  mudah  untuk  menyekolahkan  saya  ke  jenjang
               menengah  atas  ini.  Sekecil  apapun  peluang  tidak  ingin  saya  sia-siakan.
               Berdoa  dan  berusaha,  tekad  saya  kuat!saya  harus  bisa  jadi  anak  yang
               membanggakan untuk orangtua!



                                                                                                      45
   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52