Page 59 - Bismillah Bahan Ajar Bu Ernawati
P. 59
55
Puang Sorai : “Eeh puang To’dang..!! perraungoo mai jangan pengecut,
jangan sembunyikan anak ku, anak mu telah menghasut
putraku”
Puang To’dang : “Tidak tau malu. Sebenarnya saya yang harus bertanya kau
sembunyikan dimana putri ku, putramu telah melarikan
putriku kurrasiri’”.
Puang Sorai : “Oooh…………. Begitu yah apakah kalian kira aku sudi
punya menantu seperti anak gadis mu itu”.
Puang To’dang : “Dasar tua bangka….!! Apakah kamu kira juga bahwa kami
sudi punya baisseng seperti kamu, hah..”
Puang Sorai : “Kalian mau bilang apa itu terserah kamu, yang penting kalian
tau, lebih baik putraku mati dari pada punya istri dari anak
seperti kalian. Sekarang aku ingin mencari anakku”
Puang To’dang : “Itu lebih baik, karna kapan aku menemukan nya, maka
jangan bermimpi kamu akan menemukan anak mu bernyawa
lagi. Akan ku cincang dia,”
Puang Bora’ : “Jelaskan puang tak usah lagi buang waktu, jangan sampai
terjadi apa-apa pada anak kita”. (melangkah mengambil peti
keris) “wattunna missung sossoranna i Kanne” (keris itu di
cium dan di masukkan di sarang tempatnya).
Adegan 3
Pengejaran pun terjadi..!! Puang to’dang berangkat bersama pengawalnya. Tidaak
bisa di elakan lagi apa yang hendak ingin di hentikan kini telah sirna.
Kaco kende’: : “Cicci… kita istirahat saja di sini, sebentar lagi kita lanjutkan
perjalanan”.
Ba’du samang : “Memangnya kita akan kemana….”??
Ba’dulu : “Banyak tanya lagi, kita ikut saja, kamu kan tau statusnya
mereka, mereka ini kan burunan”.
Ba’du samang: : “Coba kalau kamu tau mereka ini statusnya buronan apa”.
Ba’dulu : “Yang jelasnya mereka ini buronan peputiq cina”
Cicci’ : “Apa kalian tidak kecapean, dari tadi bicara terus..”??
Ba’du samang : “Sama sekali tidak, apalagi kalau kita sama itu…………….”
Puang to’dang : “Ternyata kalian disini mau lari kemana kalian, Cicci….
pulang.. jangan ikut dengan laiki-laki bajingan itu”.
Cicci’ : “Tidak puang lebih baik aku jadi peputiq cina selamanya, dari
pada aku harus berpisah dari kakanda kaco kende’”.
Puang To’dang: : “Mulai sekarang aku tidak punya anak lagi yang namanya
Cicci’. Dan kau pemuda keparat, anak kampung hadapi aku”.
Ba’du samang : “Jangan naik darah dulu, kan segala sesuatunya bisa dia atur
baik-baik”
Kaco kende’ : “Maafkan kami puang, kami telah berbuat salah”.
: “Tidak ada istilah maaf. Dan kau juga anak muda jangan Ikut
Puang to’dang: campur dengan urusan kami. Dan kau kurrasiri’ hadapi aku”.
Drama Berbasis Kearifan Lokal Mandar
55