Page 17 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 17

empat raja sebagai kelaziman politik agaknya menjadi ilham
             bagi pemberian arti dari kata Malulru tersebut. Namun kalau
             diingat  bahwa  istilah  Maluku  itu  telah  digunakan  sebelum
             masuknya agama Islam di wilayah itu dalam abad ke-15, maka
             keterangan tersebut masih diperlukan kajian yang lebih teliti.
                 Suatu pendapat dari seorang Antropolog Belanda, Dr.  Ch.
             F.  Van  Fraassen,  patut  dikemukakan  di  sini  sebagai
             pertimbangan  pula.  Van  Fraassen  mengadakan  penelitian
             mengenai sistem pemerintahan tradisional dan pola pengaturan
             masyarakatnya  dan  mengenal  pola  budaya  dan  bahasa
             setempat.  Ia berargumentasi,  bahwa ada  kemungkinan  kata
             Maluku seperti digunakan di Malulru Utara dalam masa-masa
             sebelum abad ke-18 mengandung arti dunia, yang hampir sama
             dengan kata bhumi atau bhuwana dalam tradisi politik Jawa.
             (Van Fraassen 1987, II: 16-27).
                 Arti kata ma memang tidak menimbulkan masalah karena
             cukup  umum  di  Maluku  Utara,  khususnya  bahasa-bahasa
             non-Austronesia.  Kata itu berfungsi sebagai kata penghubung,
             antara lain,  sebagai  kata ganti  empunya  persona ke-3  jenis
             netral, seperti kata-kata ma ba'ba yang berarti ayah saya, atau
             ma nau'u yang berarti suami saya,  dsb.  (Visser  &  Voorhoeve
             1987  : 136,37).  Masalah timbul pada arti kata loko yang tidak
             bisa dijelaskan,  sehingga  Van  Fraassen  mendapat kebebasan
             untuk membuat suatu interpretasi yang culrup menarik.
                 Ia  menemukan,  bahwa  dalam  salah  satu  bahasa  di
             Halmahera  Utara,  arti  kata  loko  mengacu  pada  gunung.
             Gunung  sebagai  lambang kerajaan  adalah  suatu  hal ·yang
             lumrah pula di masa lampau, terutama di Jawa dan Sumatera
             (Syailendra, umpamanya).  Bahkan kedaton bisa dilambangkan
             sebagai gunung, sehingga kedaton Temate disebut pula sebagai
             Ternate  ma-loko, dan kedaton Tidore disebut Tidore ma-loko,
             dsb.

                 Selanjutnya Van  Fraassen  meluaskan  interpretasinya
             dengan mengemukakan bahwa mungkin istilah loko di Maluku
             Utara itu mengaridung makna yang sama dengan kata loka di



                                             2
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22