Page 20 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 20

jauh ke luar batas-batas Nusantara. Sebagai akibat hubungan-
            hubungan itu terjadi konvergensi gerakan barang dan manusia
            ke  kota-kota  tersebut.  Dengan  demikian  tercipta kondisi
            sosial  budaya  bahkan  sosiolinguistik  yang  memung-
            kinkan  berkembangnya  segala  unsur  kebudayaan.  (EKM.
            Masinambow: 1996).
                Dari  segi  Ethnologi  penduduk  kepulauan  Maluku
            merupakan percampuran berbagai ras seperti Ras Austronesia,
            Polinesia,  Deutro  Melayu  dan  Melanesia.  Sekarang ini  dapat
            dibedakan atas  suku-suku bangsa yang  mendiami  beberapa
            pusat-pusat  lingkungan  kebudayaan  seperti  kebudayaan
            masyarakat  peladang  serta  pemburu  yang  masih  sering
            berpindah tempat  dan  kebudayaan  pantai  yang  diwarnai
            kebudayaan Islam.  Klasifikasi  kelompok kebudayaan seperti
            itu dilakukan  oleh  Hildred  Geertz  (1963)  yang memasukkan
            kebudayaan  orang-orang  Halmahera  di  Maluku  Utara  dan
            orang Alune dan Wemale di pedalaman Seram bersama-sama
            orang Dayak, orang Toraja, orang Gayo dan orang Rejang serta
           orang Lampung  ke  dalam  satu kelompok  kebudayaan yaitu,
            kebudayaan masyarakat peladang serta pemburu. Di pihak lain
           ada kebudayaan  masyarakat  pantai yang  ditandai  dengan
           pengaruh  Islam  yang  kuat  serta  kegiatan  dagang  yang
           menonjol. Kebudayaan terse but tersebar di sepanjang pantai di
           Indonesia  yang  didukung  oleh  orang-orang  Melayu.
           Kebudayaan ini dianut pula oleh orang-orang atau suku bangsa
           Ambon  (Hi tu),  Ternate,  Tobe lo,  Makian,  Patani,  Key  dan
           orang-orang  yang  berdiam  di  beberapa  pulau  di  Maluku
           Tenggara.  Suku-suku  bangsa yang lain  di  Maluku  misalnya  :
           Morotai,  Togutil,  Galela,  Gane,  Weda,  Maba,  Taliabu,  Sula,
           Seram,  Saparua,  Rana,  Kayeli,  Tuguis,  Rifato  dan  Ribolo.
           Hildred  Geertz  selanjutnya  menguraikan  bahwa  penganut
           kebudayaan  pantai  ini,  karena  kegiatan  berdagang,  mereka
           menduduki  pusat-pusat  perdagangan  sepanjang  pantai
           bersama-sama  dengan  pedagang  yang  berdatangan  dari
           berbagai  penjuru  dunia.  Mereka  itu  mengembangkan
           kebudayaan yang berorientasi pada perdagangan dan sangat
           mengutamakan  pendidikan  agama  dan  Hukum  Islam  serta



                                           5
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25