Page 24 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 24
Cina, Arab dan bangsa Eropa. Mereka kemudian mengenal
kepeng, ringgit, real dan gulden. Karena kekayaan yang
melimpah para pemimpin tradisional seperti para raja, sultan
dan pejabat lainnya dapat membeli budak dari hasil cengkeh
dan pala. Para pedagang Maluku dapat mengarungi lautan
sampai ke Jawa dan Malaka dan membawa berbagai barang
dagangan yang mahal harganya. Di masa kejayaan kerajaan-
kerajaan tradisional Temate, Tidore dan Hitu ada kelompok
penduduk yang sudah memiliki armada-armada dagang/
pelayaran yang berlayar sampai ke Jawa dan Malaka bahkan
sampai ke Sulu dan Mindanao.
Kehidupan perekonomian Maluku mulai merosot, ketika
bangsa Portugis dan Belanda datang pada abad ke 16 dan 17
kemudian merekrut perdagangan rempah-rempah. Keadaan itu
terus menjadi parah ketika pemerintah kolonial Belanda mulai
menjalankan sistem hongi dan ekstirpasi pada akhir abad
ke-18. Kebun cengkeh dan pala rakyat ditebang atau dibakar
untuk menghindari menumpuknya hasil cengkeh yang dapat
berakibat turunnya harga komoditi ini di pasar Eropa.
Keuntungan yang melimpah dari hasil perdagangan cengkeh itu
mendorong pegawai dan pejabat-pejabat voe menjalankan
praktek korupsi dan kolusi. Akhirnya kongsi dagang itu
bangkrut. Seiring dengan bangkrutnya VOC itu pemerintah
kolonial juga meninggalkan Maluku dalam keadaan miskin.
Tanaman cengkeh dan pala yang ditebang atau dibakar untuk
mencegah merosotnya harga rempah-rempah, mengakibatkan
keadaan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat semakin
merosot. Pada akhimya maluku hanya dikenang sebagai suatu
mata rantai perekonomian yang hilang. Dalam ungkapan lain
disebutkan Maluku adalah masa silam.
1.4 Sistem Kepercayaan
Penduduk Maluku seperti halnya makhluk manusia yang
hidup di dunia ini dipengaruhi oleh alam sekitar. Cara bertikir
dan pandangan hidup mereka sangat tergantung pada
sekitaran alam di mana mereka menggantungkan hidup.
9