Page 26 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 26
Di Maluku Tengah masih ada pemujaan terhadap tempat-
tempat yang dianggap suci disamping ada pula tempat-tempat
yang menakutkan. Di pulau Ambon sampai dewasa ini masih
ada sisa kepercayaan tersebut. Misalnya; pemujaan terhadap
Batu Marawael di desa Hatalae, Tampayang Setan di gunung
Sirimau, pemujaan terhadap Batu Teong di negeri-negeri Uri
Meseng, pemujaan batu-batu pamali di rumah Baileo, tempat-
tempat keramat di desa-desa Pelau, Kabau dan Ruhumoni serta
tempat-tempat tertentu di Negeri-Lima yang terdapat di
gunung-gunung memberi gambaran tentang adanya sisa
kepercayaan animisme dan dinamisme. Semuanya sebagai
tempat memohon kekuatan baik oleh individu maupun seluruh
warga desa. Tempat-tempat itu dipakai sebagai tempat
bertemu dan berbicara dengan roh nenek moyang yang telah
meninggal. Di situ terdapat kepercayaan akan kekuatan magis,
misalnya mengobati orang sakit dengan tiup-tiup, pemakaian
Tali Kaeng (ikat pinggang) sebagai jimat untuk menghindarkan
diri dari mara bahaya, dan sebagainya. Namun kepercayaan
akan adanya maha pencipta segala sesuatu di dunia ini, juga
diyakini. Istilah yang digunakan adalah Upu Lanite atau Upu
Datu.
Di Maluku Tenggara khususnya di kepulauan Kei
kepercayaan animisme disebut dengan istilah Ngu-Mat,
sedangkan dinamisme disebut Wadar Metu. Kedua kekuatan
ini menguasai kehidupan masyarakat, terbukti dari adanya
bermacam-macam upacara adat dalam bentuk pemujaan
kepada Nit-Jamad-Ubud (tete-nene moyang), Ler Wuan
(matahari dan bulan), Aiwarat (pohon-pohon), Aiwat
(batu-batu), Rahanyam (mata rumah), Tun-Lair (tanjung dan
labuan), Nuhu-Tanat (gunung-tanah = bukit dan dataran),
Wama-kasal (pusat negeri-desa), dan Kabur-hat (kuburan).
Pada tempat-tempat ini masyarakat sering mengadakan
upacara adat, dan yang memimpin adalah Metuduan yang sama
dengan Mauweng di Maluku Tengah. Di samping itu
masyarakat mengenal benda-benda jimat untuk kekuatan diri
terhadap senjata-senjata tajam disebut Mamar.
11