Page 88 - SEJARAH KEBUDAYAAAN MALUKU
P. 88
masyarakat yang bertanggung-jawab. (Dyuvendak, 1926, Zoe.cit.;
Knaap, 1993, Zoe.cit.). Menurut pendapat saya, ritus kakehan
adalah mekanisme seleksi pimpinan dalam masyarakat primitif
di Seram Barat . .
Anggota-anggota yang telah mengikuti ritus kakehan itu
ditandai dengan tatoo di dadanya. Simbol-simbol yang di tatoo
itu pun tidak jelas, namun nampaknya pemuda yang terseleksi
sebagai pemimpin mendapat tatoo yang lebih banyak. Perang
di antara berbagai klan pedalaman di Seram Barat itu, agaknya
merupakan salah satu dorongan ke arah terbentuknya sistem
seleksi itu.
Sudah sejak abad ke-17 Belanda mencatat adanya suatu
pembagian atau pengelompokan dalam masyarakat Seram
Barat itu menjadi tiga bagian besar (Knaap, 1993; Duyvendak,
1926; Deacon, 1925; Van Ekris, 1867) dengan mengambil aliran-
aliran sungai besar sebagai patokannya. Di sebelah barat dari
Seram Barat terbentuk pengelompokan Eti sesuai dengan nama
sungai yang mengalir di wilayah itu; di sebelah timurnya
terdapat saniri pengelompokan Tala menurut nama sungai
pula, di utaranya terdapat pengelompokan Sopalewa (nama
sungai lagi).
Ketiga kelompok besar itu memiliki persamaan karena
anggota-anggota prianya di tatoo sesuai dengan ritus kakehan.
Sebab itu kesatuan dari ketiga kelompok itu dinamakan
masyarakat Waele Telu (tiga sungai), atau dalam bahasa Melayu
Tiga Batang Air. Dari waktu ke waktu anggota-anggota Waele
Telu berkumpul di suatu tempat untuk menyelesaikan
pertikaian mereka secara musyawarah. Tempat musyawarah
(saniri) ditentukan bersama, di salah satu pengelompokan
tersebut. Organisasi saniri tersebut semata-mata bersifat
sakral seperti halnya upacara kakehan. Tokoh utama adalah
apa yang dinamakan Ina-ama (Ina = wanita, ama = pria) yang
merupakan pimpinan spiritual tertinggi yang terdapat dalam
setiap pengelompokan. Untuk mengurus pelaksanaan saniri
Tiga Batang Air terdapat petugas-petugas yang menghubungi
72