Page 87 - BUKU DASAR-DASAR PENGAMANAN HUTAN_Neat
P. 87
74 Sudirman Sultan
Mahkamah Agung, Menteri Kehakiman, Jaksa Agung dan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia No. 08/KMA/1984, No. M.02-KP.10.06
Tahun 1984, No. KEP-076/J.A./3/1984, No.Pol. KEP/04/III/1984, tentang
Peningkatan Koordinasi dalam Perkara Pidana, menjelaskan bahwa
bukti permulaan yang cukup seyogyanya Laporan Polisi ditambah satu
alat bukti yang sah lainnya.
Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-
XII/2014 Tanggal 26 Februari 2014, frasa “bukti permulaan yang cukup”
dimaknai dengan dua alat bukti yang sah. Oleh karena itu, dalam
melakukan penangkapan tersangka, PPNS Lingkungan Hidup dan
Kehutanan menggunakan syarat Laporan Kejadian ditambah dua alat
bukti yang sah.
3. Dilakukan terhadap Pelaku Kejahatan
Terhadap pelaku pelanggaran tidak dilakukan penangkapan, kecuali
bila tidak memenuhi panggilan yang sah dua kali berturut-turut, tanpa
alasan yang sah.
B. Kewenangan Penangkapan
Pasal 18 KUHAP menjelaskan bahwa lembaga yang berwenang untuk
melakukan penangkapan adalah Petugas Kepolisian Negara Republik
Indonesia. Petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia ini terbagi menjadi
tiga, yaitu:
1. Penyelidik
Penyelidik atas perintah penyidik, termasuk perintah penyidik
pembantu, dapat melaksanakan penangkapan untuk kepentingan
penyidikan.
2. Penyidik
Pasal 1 butir 1 dan 2 KUHAP merumuskan pengertian penyidikan yang
menyatakan bahwa penyidik adalah Pejabat Polri atau Pejabat Pegawai
Negeri “tertentu” yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
3. Penyidik Pembantu
Menurut Pasal 10 KUHAP, Penyidik Pembantu adalah Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia tertentu yang sekurang-kurangnya
berpangkat Sersan Dua Polisi, dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
tertentu dalam lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda.