Page 88 - e-book sungai musi
P. 88
ditemukan. Anak-anak pun dengan mudahnya menangkap ikan
seluang menggunakan tangkul atau menjalanya di pinggiran sungai.
Hari ini, ikan seluang kian sulit ditemui. Seluang tak lagi
berenang bergerombol di tepian sungai. Para penangkap ikan terpaksa
menjalanya hingga ke tengah sungai. Tak heran, ikan seluang
dipasaran, harga satu kilogramnya sekitar 100 ribu. Harga ini empat
hingga lima kali lipat dari harga ikan yang biasa dibudidayakan seperti
patin, lele, nila, mujair, gurame, atau ikan mas. Ikan seluang digoreng
garing memiliki rasa yang gurih atau seluang panggang yang
dibungkus daun pisang kini hanya dapat dinikmati masyarakat
menengah ke atas karena mahal harganya. Pada masa lalu, para
bangsawan atau orang kaya di Palembang lebih suka makan ikan
haruan, tengkelasa, dan tapa, sedangkan seluang adalah makanan
rakyat jelata. Semakin berkurangnya populasi seluang disebabkan
limbah industri yang meracuni perairan Sungai Musi serta
penangkapan ikan secara masif tanpa memperdulikan pertumbuhan
populasi ikan.
Buku Seluang Poetica yang diterbitkan Tavern Artwork (2012)
ternyata menarik perhatian Dr Stefan Danarek, akademisi dari
Universitas Lund Swedia untuk kajian sastra Indonesia modern. Akhir
tahun 2012, Stefan menerjemahkan buku puisi Seluang Poetica ke
dalam Bahasa Swedia. Puisi-puisi dalam Seluang Poetica juga digarap
melalui video dan dipentaskan di Palembang dan di Laholm, Swedia.
4.3. SKETSA LUKISAN YANG MENGGAMBARKAN
KEHIDUPAN DI ANAK SUNGAI MUSI TEMPO DULU
Banyak karya seni yang lahir atau terinspirasi dari Sungai Musi
dan anak sungainya, namun, tidak banyak karya seni yang
menggambarkan rekam jejak Sungai Musi itu sendiri. Salah satu dari
yang sedikit itu, ada pada perupa Usa Kishmada dengan lukisan
sketsanya.
56 SUNGAI MUSI; Jejak Perjalanan dan Pembangunan Berkelanjutan