Page 161 - Jalur Rempah.indd
P. 161
REMPAH, JALUR REMPAH DAN DINAMIKA MASYARAKAT NUSANTARA 151
untuk mendarat dan menyerang benteng Portugis untuk sementara ditunda,
sedangkan keberanian musuh telah menimbulkan keraguan pada Pati Unus
bahwa dia hanya bisa mengharapkan berkah dari kesabaran dan kecerdikan
meskipun membawa suatu kekuatan yang besar. Dia memutuskan untuk
berlayar ke muara sungai Muar bersama seluruh armadanya dan dari sana
bersama kesepakatan dengan Surya Dewa akan mengganggu dan menyerang
orang Portugis.
Namun ketika fajar tiba, orang Portugis melihat musuh terburu-buru berlabuh
dengan penuh keberanian. Baik dari benteng maupun armada, tembakan segera
terdengar; “Musuh lari. Arahkan Sint Jago (nama meriam) kepada mereka”.
Dengan semangat tinggi mereka mengejar Pati Unus, membakar sebagian
perahu kecilnya dengan tembakan yang terarah baik. Orang-orang Portugis
merasa puas karena junk besar milik orang Jawa dan sebagian junk kecilnya
tidak lagi menyusuri sungai Muar, kemudian tanpa melakukan perlawanan
mereka segera kembali ke Jawa. Dua junk, termasuk milik Tumenggung
Palembang, dirampas oleh orang Portugis dan Pati Unus sendiri bisa selamat
berkat adanya badai besar yang menghalangi orang Portugis mengejar lebih
lanjut. Melalui kekalahan Pati Unus dan Pati Ketir, orang Portugis di Malaka
terbebas dari musuh-musuhnya yang berbahaya karena dibandingkan dengan
orang Jawa, orang Melayu masih bisa mereka atasi. 156
E. BENCANA DI BENTENG PULAU BINTAN
Pulau Bintao (Bintan) adalah sebuah pulau di laut Malaka, dalam
jarak empat puluh mil dari kota itu. Raja Malaka berangkat ke sana untuk
mempersenjatai dan memperkuat diri melawan orang-orang Portugis,
yang telah mengusirnya dari tempat itu. Ia menyebutnya Pago (Pakoe) atau
“kapitan” yang melakukan gencatan senjata, seperti Antonio Correa. Ia
begitu cepat melumpuhkan raja-raja sehingga dalam waktu beberapa tahun
kemudian Pago mendirikan sebuah pemukiman di pulau itu yang dikelilingi
oleh perbentengan kuat terbuat dari jenis kayu mahal serta dilengkapi dengan
156 Schrieke, Indonesian Sociological Studies, hlm. 89.