Page 73 - Merayakan Ibu Bangsa_201216_1406
P. 73
bagi perempuan dari berbagai organisasi untuk
membincangkan dan memperdebatkan soal-soal
yang menjadi keprihatinan perempuan dalam
kerangka pembangunan bangsa baru. Walaupun
mereka yang hadir tidak mengangkat perihal
kemerdekaan Indonesia, dalam perbincangan
mendetil tentang tugas-tugas ibu sebagai perawat
keluarga tersirat kesediaan kaum perempuan untuk
mempersiapkan keluarga yang sehat, sejahtera dan
terdidik sebagai basis negara yang kukuh.
Para perempuan pejuang pada satu titik
bersepakat untuk menyebut diri mereka “iboe
bangsa”. Sedikit banyak ini cara mereka untuk
dapat terlibat dalam kegiatan sosial-politik dan
diakui sumbangsihnya tanpa menimbulkan cemooh
terhadap kesibukannya di luar rumah. Seperti
dikatakan Sri Mangoensarkoro dalam KPI II, mereka
tetap ibu, yang menomor-satukan keluarga, tetapi
mereka berpikir tentang bangsa dan mengikuti
bapak bangsa dalam kegiatan-kegiatannya
“oentoek memberi pengaroeh keiboeannja.” 4
Perempuan-perempuan pejuang
memberi makna istilah ibu bangsa dengan cara
yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan
organisasi masing-masing. Titik tekannya pada
pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan
keluarga. Tepat dalam hal kesejahteraan keluarga
ini lah sebagian perempuan pejuang (dan juga
laki-laki) mempersoalkan poligami. Bagi mereka
poligami mengancam kesejahteraan keluarga dan
kekukuhan bangsa karena praktik tersebut dapat
menimbulkan perselisihan yang melemahkan
keluarga sebagai fondasi bangsa. Perdebatan
tentang poligami tidak pernah usai sepanjang
sejarah perjuangan kaum perempuan. Di setiap
73

