Page 119 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 119
Dra. Triana Wulandari, M.SI., dkk. (eds.)
3) Menyikapi Tawaran Rancangan Ordonansi Perkawinan
Sebagai suatu perkumpulan nasional yang menaungi
perkumpulan-perkumpulan di daerah, PPI yang telah berganti nama
PPII itu menjadi satu di antara berbagai organisasi nasional yang
mendapat perhatian khusus dari pemerintah Hindia-Belanda.
Perhatian itu, sebenarnya, telah tampak dari sikap pemerintah
yang secara diam-diam mengamati dan merumuskan arah pergerakan
perempuan yang terjadi sejak berlangsungnya Kongres Perempuan
Indonesia ke-I di Yogyakarta. Melalui utusan-utusan khususnya,
pemerintah melakukan penyelidikan dan pembacaan situasi-kondisi
yang terjadi dalam forum selama kongres berlangsung hingga
diumumkannya keputusan-keputusan yang ada.
Perhatian yang lebih tepatnya dapat disebut sebagai pengintaian
itu mulai merangsang pemerintah untuk turut campur dalam
dinamika internal PPI/PPII. Bentuk dari upaya melakukan
penyusupan itu tampak jelas dari keinginan pemerintah untuk
memecah-belah persatuan anggota PPI/PPII dengan menawarkan
rancangan ordonansi perkawinan pada tahun 1937.
Dalam rancanngan itu terdapat rencana pemerintah yang
hendak membuat program pencatatan perkawinan. Adapun di antara
detail rencananya terdapat informasi bahwa; bagi mereka yang
mencatatkan perkawinan mereka secara sukarela setelah dilangsungkan
perkawinan, maka berlaku asas monogami. Yaitu, larangan bagi
suami untuk melakukan pernikahan lagi sebelum menceraikan istrinya.
Tawaran kerjasama program itu membuktikan adanya
penyelidikan-penyelidikan khusus yang dilakukan pihak pemerintah
terhadap PPI/PPII berikut pendapat-pendapat para anggotanya.
Pihak pemerintah telah mengendus adanya pro-kontra seputar status
perkawinan yang sempat memanas dalam forum Kongres Perempuan
Indonesia ke-I.
87 87

