Page 14 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 14
Perempuan dalam Gerakan Kebangsaan
sekaligus. Ia menyadari peran tersebut harus dilakukan mengingat
Kusno masih kuliah dan lebih berorientasi pada kegiatan politik
daripada meniti katir untuk meraup keuntungan ekonominya.
Pengabdian tersebut berhenti saat Kusno ingin menikahi
Fatmawati. Inggit lebih memilih untuk bercerai daripada hidup
dalam hubungan poligami.
Masih maraknya pologami dalam rumah tangga kaum
pergerakan pun digambarkan dalam novel Manusia Bebas. Novel
tersebut ditulis pada tahun 1930an oleh salah satu perempuan
pergerakan, Soewarsih Djojopoespito. Novel tersebut
menceritakan kisah perjalanna Sulastri dan suaminya, Soedarmo
pada masa pergerakan, yang tak lain ialah kisah hidup dirinya
sendiri dan suaminya, Soegondo Djojopoespito. Kritiknya
terhadap poligami digambarkan saat Sulastri mengkritik bapaknya
yang memiliki banyak istri. Selain itu, ia juga mengkritik para laki-
laki pergerakan yang masih melihat poligami sebagai bahan
lelucon. 9
Masalah poligami pun sempat menjadi perdebatan dalam
Kongres Perempuan Indonesia I tahun 1928. Organisasi
perempuan yang bersifat agamis menolak adanya usaha untuk
melawan poligami, sedangkan organisasi perempuan sekuler
mengungkapkan kritik pada hal tersesebut, juga pada undang-
undang perkawinan dan tafsir-tafsir agama yang mengobjektifikasi
perempuan. 10 Sayangnya, lagi-lagi hal tersebut luput dari
pembahasan dalam buku ini dan lebih terfokus pada sejarah
institusional dari PPII maupun organisasi perempuan lainnya.
Perdebatan dan keberagaman pemikiran para perempuan yang
Dari Gang Rape hingga Femicide, Alarm bagi Negara untuk Bertindak Tepat”,
Jakarta, 7 Maret 2017, hlm. 1.
9 Suwarsih Djojopoespito, Manusia Bebas, (Jakarta: Penerbit
Djambatan, 2000), hlm. 91-92.
10 Susan Blackburn, op.cit., hlm. xxxvii.
xiv