Page 11 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 11
Melompatnya penjelasan tentang proses pembagian peran
gender di Indonesia membuat penulis kemudian kebingungan
dalam menarasikan pengalaman perempuan pada masa
pergerakan. Di satu sisi, penulis melihat ketidakadilan yang
dialami oleh para perempuan sebagai korban kolonialisme dan
patriarki, namun di sisi lain, ia masih terjebak pada pergulatan
batinnya tentang peran perempuan dalam ranah domestik yang
selama ini ia pahami sebagai sebuah kodrat yang harus dijalankan
oleh perempuan. Hal yang lebih disayangkan ialah saat ia
kemudian merefleksikannya pada pengalaman perempuan di abad
ke XXI. Ia masih memandang perjuangan perempuan dalam
bidang politik dan ekonomi bukan untuk mencapai kesetaraan,
namun semata-mata cara untuk mendominasi laki-laki. Ia pun
terkesan Jawasentris, di mana dalam tulisannya ia lebih banyak
menarasikan bagaimana perempuan harus mampu memenuhi
kodratnya dengan menyertakan ajaran-ajaran Jawa, padahal tidak
semua perempuan yang tergabung dalam pergerakan kebangsaan
berasal dari Jawa.
“Perempuan dalam abad XXI, bukanlah saatnya lagi
menjadi dominasi pria di semua lini kehidupan, namun sudah
selayaknya menjadi partner mitra dalam mengarungi bahtera
kehidupan dengan saling pengertian, membantu, dan sharing
dalam menyelesaikan tugas bersama, baik dalam keluarga,
masyarakat, dunia kerja, maupun kehidupan global”. 7
Selain perspektif gender yang masih kurang dimunculkan,
tulisan ini pun masih belum banyak mengeksplor realitas yang
KITLV Jakarta, 2007), hlm. 244.; Ki Hadjar Dewantara, “Perempuan di
dalam Pertumbuhan Adab”, Wasita, Juli 1935, tahun I No. 6, dalam Majelis
Luhur Persatuan Tamansiswa, op.cit., hlm. 259.
xi