Page 8 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 8

Perempuan  dalam  Gerakan Kebangsaan

               penting untuk ditulis dan diketahui. Untuk membedah
               pengalaman tersebut, perspektif gender harus digunakan. Hal ini
               bertujuan untuk membongkar akar diskriminasi yang dialami oleh
               perempuan dan  perlakuan  yang mengobjektifikasi mereka,
               misalnya tentang bagaimana ilmu pengetahuan  dimonopoli oleh
               laki-laki bangsawan,  kemunculan dan  perkembangan pembagian
               peran gender  terbentuk   di Indonesia,  hingga keberagaman  ide
               dari   perempuan-perempuan       Indonesia   dalam     gerakan
               kebangsaan.

                     Apa yang dimulai oleh penulis dalam buku ini adalah salah
               satu langkah untuk menuju Historiografi Indonesia yang tidak lagi
               androsentris. Meskipun tidak terlalu memberikan gambaran yang
               mendetail, ia telah berusaha untuk memetakan pengalaman
               perempuan Indonesia secara kronologis dalam empat bagian.
               Pada  Bagian  I, ia  memulainya dengan  mendefinisikan asal  kata
               “perempuan”, diikuti peran-peran yang melekat di dalamnya. Pada
               Bagian II hingga IV, ia membagi pengalaman perempuan ke dalam
               periodesasi yang  mengikuti perkembangan politik, mulai dari
               perempuan pada  masa kolonial hingga kemerdekaan. Hal yang

               kemudian tidak luput dari penulis  ialah bagaimana ia kemudian
               menghadirkan peran perempuan dalam kegiatan sosial dan
               keagamaan.
                     Terminologi “perempuan” lebih dipilih oleh penulis
               daripada  “wanita”.  Pilihan tersebut  menjadi  hal yang  cukup
               menarik,  mengingat  dua terminologi tersebut seringkali
               diperdebatkan dalam  tulisan yang  menghadirkan pengalaman
               perempuan,  terutama di  kalangan feminis. Kata  “wanita”
               mendapat stigma, sebuah akronim dari “wani ditata” atau “berani
               ditata” yang  bermakna pasif. Selain itu,  terminologi “wanita”
                                            2

                     2  Ayu Utami, seorang penulis dan feminis Indonesia tidak menyetujui
               hal tersebut. Menurutnya, akronim “wanita” menjadi “wani ditata” tidak jelas
                                             viii
   3   4   5   6   7   8   9   10   11   12   13