Page 10 - Perempuan Dalam Gerakan Kebangsaan
P. 10

Perempuan  dalam  Gerakan Kebangsaan


               tempatnya. Di Jawa misalnya, Peter Carey dan Vincent Houben
               mencoba menganalisis tentang perubahan peran perempuan
               ningrat Jawa  dari abad ke XVIII hingga abad XIX.  Menurut
               mereka, sebelum masyarakat Eropa dan pengaruhnya datang ke
               Hindia Belanda, peran perempuan ningrat sangat bergaam, mulai
               dari bidang politik,  ekonomi, sosial,  kemiliteran hingga
               supranatural. Peran-peran yang dimiliki oleh perempuan ningrat
               kemudian  direduksi pasca perang Jawa, sebagai penjaga budaya
               dan pencetak keturunan (Ranah domestik), sedangkan hal lainnya
                                                           4
               menjadi tanggung jawab dari laki-laki ningrat. Pembagian peran
               tersebut semakin  menguat pada abad ke  19,  didorong oleh
               pemikiran para orang Eropa kelas menengah yang datang ke
               Hindia Belanda. Konstruksi peran  gender tersebut kemudian
                               5
               direproduksi pada abad ke  XX oleh kaum pergerakan. Dalam
               perguruan Tamansiswa misalnya, Ki  dan  Nyi Hadjar Dewantara
               menerapkan konsep keselarasan melalui pembagian peran antara
               laki-laki  dan perempuan. Laki-laki  berperan sebagai  Lajer
               Keturunan  atau  tiang keturunan, dicitrakan  sebagai sosok yang
               kuat dalam segala-galannya.  Perempuan berperan sebagai
               pemangku keturunan, tempat tumbuhnya manusia. Hal tersebut
               diikuti oleh citra yang dilekatkan, yaitu sebagai sosok yang lembut
               dan memiliki kesucian dalam dirinya. 6


               politik-gender/#more-3192, diakses pada 12 Desember, 2016, pukul 19.18
               WIB.
                     4  Peter Carey &  Vincent Houben, “Spirited Srikandhis  and Sly
               Sumbaras: The Sosial, political and economic role of women at the Central
                                               th
                                    th
               Javanese courts in the 18 and early 19 Century”, dalam Elisabeth Locher-
               ScholtendanAnkeNiehof,  Indonesian Women  in Focus,  (Leiden: KITLV,
               1987), hlm. 32-33.
                     5  Elsbeth Locher Scholten, “ Colonial Ambivalencies: European
               Attitudes  Towards the Javanese Household (1900-1942)”, dalam Juliette
               Koning, etc.,  Women and Household  in  Indonesiam Cultural Notions and
               Social Practices, (Surrey: Curzon Press, 2000), hlm. 39.
                     6 Pidato Nyi Hadjar Dewantara dalam Kongres Perempuan Indonesia
               I, 1928  dengan judul “Adab Perempuan”, dalam Susan Blackburn, Kongres
               Perempuan Pertama: Tinjauan Ulang, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia &
                                              x
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15