Page 201 - BUKU SOSIOLINGUISTIK DAN PENGAJARAN BAHASA
P. 201
190 BAB 4
tidak selalu ada dalam bahasa, yaitu jenis kelamin. Holmes
berpendapat, “Women and men do not speak exactly the way as
each other in any community.” Pendapat tersebut dapat dijelaskan
bahwa memang pada dasarnya laki-laki dan perempuan memiliki
perbedaan dalam tradisi berbicara. Perempuan dan laki-laki tidak
berbicara persis seperti satu sama lain dalam komunitas manapun.
Menurut penelitian, memang ada sejumlah masyarakat tutur pria
berbeda dengan tutur wanita. Chambers (1995) membuat
pengamatan Sosiolinguistik bahwa pria lebih mungkin untuk
menggunakan “luas” varian bahasa dibandingkan perempuan.
Selanjutnya dia menambahkan bahwa dalam masyarakat di mana
peran gender dibedakan dengan tajam, seperti bahwa gender
seseorang memiliki kontak sosial yang lebih luas dan jangkauan
geografis lebih besar. Pendapat yang agak bervariasi dikemukakan
Eckert dalam Chambers yang mengatakan bahwa tidak hanya itu
kesalahan untuk mengklaim perempuan lebih atau kurang inovatif
dibandingkan pria, tetapi pada titik ini dalam penelitian kami itu
adalah suatu kesalahan untuk mengklaim apapun kendala yang
terkait dengan gender konstan. Sebaliknya, variabel dinamis
adalah mobilitas.
Sumarsono (2010) menyatakan bahwa dalam penelitian-
penelitian linguistik kadang-kadang perempuan tidak dipakai
sebagai informan karena alasan-alasan tertentu. Dia berasumsi
perempuan cenderung mempunyai sikap “hiperkorek” sehingga
dianggap mengaburkan situasi yang sebenarnya yang dikehendaki
oleh peneliti. Namun di lain pihak, adapula linguis yang cenderung
memakai perempuan sebagai responden, seperti dilakukan
Wartburg dalam Sumarsono sebagai berikut.
Everyone knows that as far as language is concerned women
are more conservative than men, they conserve the speech of
ours forbears more faithfully.
Perempuan itu lebih konservatif atau traditional daripada pria
dalam menyimpan tutur warisan bahasa kita sehingga perempuan
sering dianggap sebagai warga negara „kelas dua‟ seperti itu,
mereka memunculkan gerakan emansipasi, kemudian mereka
mencetuskan slogan „wanita tanpa nama, wanita itu tanpa suara‟
untuk bergerak. Holmes (2013) juga menyatakan, “There are
communities where the language is shared by women and men, but
particular linguistics features occur only in the women’s speech or
only in the men’s speech.” Anak-anak yang lahir sudah disebut
Miss X (Nona X) dan X itu nama bapaknya. Kalau sudah menjadi
isteri, dia akan disebut Mrs. Y (Nyonya Y) dan Y adalah nama
suaminya. Gaji mereka seringkali lebih rendah dari laki-laki