Page 33 - SALAM REDAKSI
P. 33
anak dengan nilai-nilai agama dan moral, (5) mendidik anak-anak agar tidak tergantung pada
teknologi, dan (6) memainkan peran secara maksimal sebagai teman diskusi, tempat bertanya
dan tempat mencurahkan kasih sayang bagi anak..
Konsep pendidikan karakter di Indonesia sangat sulit terelisasikan karena seringkali
mengalami pergantian kurikulum. Baru-baru ini istilah lain pendidikan karakter mengacu pada
proyek penguatan profil pelajar Pancasila dalam kurikulum merdeka belajar. Pergantian
kurikulum identik dengan pergantian menteri pendidikan. Setiap kali menteri pendidikan
mengalami pergantian, sudah barang tentu bahwa akan disusul dengan pergantikan kurikulum
dalam dunia pendidikan juga. Pergantian kurikulum bisa dikatakan progresif, namun juga bukan
suatu pemecahan masalah karena implementasi dan kualitas sumber daya manusia khususnya
pendidik di Indonesia yang terlalu beragam. Padahal, pendidikan di Indonesia sejauh ini hanya
mengadopsi tren yang sedang berkembang di negara lain, yang Indonesia selalu bercermin dari
negara-negara yang sudah maju, misalnya Amerika, Australia, dan juga Inggris. Pendidikan
karakter, local wisdom atau kearifan lokal, kewirausahaan yang diintegrasikan, merupakan salah
satu program yang sia-sia, karena pendidikan yang memegang peranan penting, yaitu pendidikan
di dalam keluarga dan masyarakat tidak bisa sejalan dan seimbang.
Konsep pendidikan berkualitas harus berpijak pada pengembangan keutuhan seorang siswa
agar muncul self-realisationnya dengan baik. Artinya, siswa harus sadar akan posisinya sebagai
seorang pelajar. Generasi Z saat ini membutuhkan rekontruksi pendidikan yang mumpuni dan
sejalan dengan perkembangan teknologi. Pendidikan saat ini seringkali lupa arti memanusiakan
manusia. Oleh karena itu, kasus yang terjadi seringkali terjadi. Padahal, konsep pendidikan yang
dimaksud dapat dengan mudah terealisasikan dengan cara ‘memanusiakan manusia’ itu sendiri.
Hal itu dapat dicapai dengan cara membiasakan siswa dalam melakukan sesuatu secara
manusiawi. Misalnya saja dengan melaksanakan budaya 3S (Senyum, Salim, Sapa) atau
melakukan apapun yang hakikatnya untuk menumbuhkan karakter siswa.
Pendidikan di Indonesia sampai saat ini belum jelas akan ke mana arahnya, belum bisa
merata antara daerah satu dan daerah yang lain. Pemerintah sampai saat ini masih mengalami
kebingungan apa yang akan mereka harapkan dan mereka pakai untuk menuju masyarakat
pembelajar di negeri ini. Sehingga, banyak nilai pelajaran yang diambil dari luar atau diadopsi
dari negera-negara yang sudah maju. Meskipun ada sisi positifnya, namun juga tidak boleh
dikesampingkan sisi negatif dari pengadopsian kurikulum dari negara lain. Pihak sekolah,
pemerintah, dan masyarakat bahu-membahu dalam upaya mengembangkan bangsa melalui jalur
pendidikan. Karena, tanpa adanya saling bekerjasama tidak mungkin semua akan tercapai
dengan baik. Sebagai harapan kami nilai-nilai religi harus selalu sebagai landasan bagi semua
pihak dalam melaksanakan roda pendidikan ini. Semoga bangsa ini segera sembuh dari
keterpurukan dan pembodohan yang tersistematis dengan cara merekontruksi pola pendidikan
ini.
Daftar Rujukan
Darajat, Zuliah. 1990. Remaja Harapan dan Tantangan. Jakarta: Ruhana.
Susanti, C. 2018. Membedah Urgensi Konsep Pendidikan Sepanjang Hayat.
Surabaya: CV Karunia.
Tirtahardja & La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
33