Page 36 - SALAM REDAKSI
P. 36
Bola mata Jingga teralih dari botol minuman ke salah satu temannya yang ingin menyebrangi
jalan raya. Jingga dapat menangkap keanehan dalam diri temannya. Dan benar, Luna sedang
melamun. Tidak jauh dari tempat Luna berdiri, sebuah truk dengan muatan tangki minyak akan
segera melintas.
"Luna ...," gumam Jingga.
Tanpa sadar, kakinya berlari mendekati gadis tersebut.
"Semuanya sepuluh rib ..." Penjual menyodorkan sebungkus plastik pesanan Jingga. "Loh,
Mbak! Ini pesanannya," seru penjual yang tak dihiraukan Jingga.
Setelah jaraknya dengan Luna telah terkikis, Jingga menarik tangan Luna.
"Luna, sadar! Lo kenapa?" tanya Jingga tergesa-gesa. Jantungnya berdetak sangat
kencang. Dia tidak boleh terlambat.
"Pergi," gumam Luna.
"Luna, lo bisa cela ..." Jingga baru menyadari, kini mereka berada di tengah jalan raya.
Dan sebentar lagi truk akan melintas, terlambat selangkah saja mereka bisa celaka.
"Luna, awas!" Jingga mendorong tubuh Luna hingga terhempas ke depan. Lengan kirinya
bersentuhan dengan ujung muka truk, mengakibatkan dirinya jatuh ke depan. Untung saja
lukanya tidak terlalu parah.
"Luna, di mana dia?" tanya Jingga yang tak terjawabkan.
Jingga menoleh kanan kiri. "Luna ...," lirihnya.
Jingga menghampiri Luna dengan langkah tertatih.
"Lo nggak apa-apa, Lun?" Langkahnya terhenti. Detak jantungnya bertambah lebih
kencang, dan pandangannya mengabur. Jingga merengkuh raga Luna. Darah mengelilingi
mereka.
"Luna, bangun! Luna, lo ..." Jingga menghentikan ucapannya, dia sudah tidak tahu harus
bagaimana. Kepala Luna dipenuhi oleh darah. Ini sangat fatal, Jingga benar-benar tidak sengaja.
Dia hanya ingin menolong temannya.
"Semuanya bukan salah Jingga, siapapun tolong dengerin Jingga!" teriak Jingga di sel
penjara.
Tapi nihil, tidak ada sahutan apapun. Jingga mengacak rambutnya. "Gue nggak salah ...,"
lirihnya.
Jingga memejamkan matanya, berharap ada air mata yang meluncur. Tapi air matanya seakan
kering, Jingga kehabisan air matanya.
"Mama ... tolong Jingga!"
36