Page 35 - SALAM REDAKSI
P. 35

E_Cerpu
                                                       Titik Terkuat

                    Tatapan  kosong  menyiratkan  betapa  berat  perjalanan  hidupnya.  Berdiri  di  sini  adalah
               takdirnya. Berkumpul dengan orang-orang tersesat semasa hidup mereka. Menjalani hidup yang
               tidak  pernah  tertuliskan  di  daftar  agendanya,  dan  dirinya  sekarang  adalah  perusak  reputasi
               keluarganya.

                    "Sangat buruk," lirihnya.

               Tidak  ada  yang  bisa  dia  lakukan  kecuali  berserah.  Meski  bukan  kesalahannya,  tapi  apa  daya
               semua  bukti  mengarah  padanya.  Dihukum  atas  kesalahan  yang  tidak  pernah  dia  lakukan,
               mungkin ini bagian dari mimpi buruk. Tapi ternyata dia salah, ini bukan hanya sekedar mimpi
               dan lebih buruk dari mimpi.

                    Dalam kepalanya, tertanam kepingan-kepingan caci maki yang belakangan ini mendominasi,
               bahkan dari orang tuanya sendiri. Jajaran pengandaian seringkali terucap dalam rintihan batinnya.
               Berharap ini tidak nyata, berharap ini hanya sekedar cerita, hingga berharap jantungnya berhenti
               berdetak saat ini juga. Kembali lagi pada kenyataan, yang saat ini sedang tidak ingin berpihak
               kepadanya. Karena takdir berkata, dia harus menghuni sel penjara.

                    "Jingga ...," panggil seseorang di hadapannya.

               Gadis yang dipanggil Jingga tidak memberi respon apapun, hanya sorot mata yang mampu dia
               tampilkan.
                       "Jingga,  gue  tau  lo  nggak  salah.  Gue  akan  cari  cara  supaya  lo  bisa  keluar  dari  sini."
               Seseorang  di  hadapan  Jingga  menatap  dalam-dalam  iris  mata  cokelat  milik  Jingga.  "Jadi
               sekarang, Jingga yang tenang, ya. Grey janji akan lakukan cara apapun supaya kita bisa jalan-
               jalan lagi," lanjutnya.

               Dulu, Jingga sangat antusias jika mendengar suara berat yang menenangkan itu. Jingga sangat
               ingin  mendengarnya  setiap  hari.  Tapi  sekarang,  Jingga  sangat  lelah  dengan  siapapun,  tanpa
               terkecuali.

               Hadirnya Grey di hadapan Jingga tadi, tak disambut baik. Grey seperti makhluk paling bahagia
               yang setia menemani insan paling menderita. Bahkan Jingga tidak merespon satupun perkataan
               Grey.  Jingga  sangat  betah  dengan  pikirannya,  terlihat  seperti  raga  tanpa  nyawa.  Hingga  kini,
               kepalanya tak henti-hentinya memikirkan fenomena mengerikan seminggu yang lalu.

                    "Jingga duluan, dadah Grey." Jingga melambaikan tangan kepada sahabat laki-lakinya.

                    "Hati-hati ...," sahut Grey.

               Jingga segera berlalu dari kelasnya. Dia sedikit buru-buru karena neneknya akan datang hari ini.

                    Selagi  menunggu  seseorang  menjemputnya,  Jingga  membeli  sebotol  air  mineral  yang
               tempatnya tidak jauh dari halte sekolah. Tempat ini sangat sepi, karena mungkin siswa lainnya
               masih berada di dalam sekolah.
                                                                                                           35
   30   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40